Kamis, 1 Mei 2025

TII: Penyelesaian Kasus Kekerasan Seksual Harus Dikawal untuk Cegah Normalisasi

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Ilustrasi. Kekerasan seksual. Foto: suarasurabaya.net

Made Natasya Restu Dewi Pratiwi Peneliti The Indonesian Institute (TII) mengatakan penyelesaian kasus kekerasan seksual harus dikawal bersama sebagai bentuk aksi nyata warga untuk memutus budaya normalisasi kekerasan seksual.

Menurut dia, maraknya kasus kekerasan seksual mencerminkan penegakan hukum yang belum maksimal sehingga para pelaku masih melenggang bebas untuk menjalankan aksinya. Selain itu, penyelesaian kasus juga perlu memiliki paradigma yang berorientasi kepada keamanan korban.

“Penguatan Undang-Undang TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual) perlu diperkuat kembali pada seluruh instansi, terutama pada fasilitas yang menyangkut hak pelayanan publik, seperti pada instansi pendidikan, fasilitas kesehatan, hingga transportasi umum,” kata Natasya dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (15/4/2025).

Menurut dia, masyarakat perlu mendapatkan perlindungan dan pelayanan yang aman, bukannya justru terancam hak asasi manusianya akibat instansi yang tidak berkomitmen dalam penanganan kekerasan seksual.

Dikutip Antara, dia juga menegaskan bahwa segala macam bentuk kekerasan seksual harus ditindaklanjuti secara menyeluruh agar tidak semakin banyak korban yang terdampak.

Pembentukan satuan tugas (satgas) di fasilitas terkait juga perlu disertai dengan sumber daya pendukung dan pelaksanaan rencana aksi nyata, bukan hanya sekadar formalitas untuk kepentingan citra instansi belaka.

Pemberdayaan satgas yang memadai, kata Natasya, dapat memberikan ruang aman bagi korban untuk mengadukan kekerasan yang mereka alami dan menindaklanjuti berbagai kasus segera, tanpa harus menunggu penambahan jumlah korban.

Menurut dia, beraneka ragam kasus kekerasan seksual yang terjadi akhir-akhir ini mencerminkan kurangnya komitmen dan etika profesi dari para aktor yang diharapkan publik mampu untuk memberikan ruang aman bagi masyarakat.

Fenomena kekerasan seksual kembali terjadi akhir-akhir, mulai dari kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh residen anestesi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Unpad di RS Hasan Sadikin Bandung, Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM), hingga terjadinya kekerasan seksual di fasilitas publik, seperti Stasiun Tanah Abang,

Oleh karena itu, penegakan etika profesi pada tenaga kesehatan, tenaga pendidik, dan aparat penegak hukum menjadi pekerjaan rumah bagi Indonesia ke depannya agar mereka dapat mengakomodir perlindungan dan pelayanan bagi masyarakat.

“Bukan justru melukai hak masyarakat dengan keleluasaan mereka memanfaatkan status jabatannya untuk melakukan kekerasan seksual,” kata Natasya. (ant/bel/faz)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Avanza Terbalik Usai Tabrak 2 Mobil Parkir

Mobil Terbakar Habis di KM 750 Tol Sidoarjo arah Waru

Kecelakaan Dua Truk di KM 751.400 Tol Sidoarjo arah Waru

BMW Tabrak Tiga Motor, Dua Tewas

Surabaya
Kamis, 1 Mei 2025
27o
Kurs