
Musrifah perempuan tukang jahit pinggir jalan yang tinggal di Dukuh Bulak Banteng Timur I Nomor 22, Kamis (26/5/2016) siang tadi, keluar rumahnya untuk membuang sampah dan bersiap bekerja. Saat itu dia mendapati dua balita hendak menyeberang jalan. Balita perempuan itu menyeberang, sedangkan adiknya yang laki-laki tertinggal di tengah jalan dan sedang menangis.
“Saya mau siap-siap menjahit, keluar sambil buang sampah. Tetangga saya bilang, ini anak siapa? Saya tanya, nak, nak, mau ke mana kamu, nak? Anak itu nangis. Ayo, ayo, sama Bulek saja. Rumah-e mana? Anak itu bilang, sana. Sambil saya antar saya tanya lagi, rumah-e mana? Sana. Sana terus, perkiraan ada empat kilo saya jalan mengantar anak-anak itu. Terus begitu, keliling sampe jam setengah tiga,” katanya kepada Radio Suara Surabaya.
Dua balita itu adalah Hafsah (5) dan Sabiq (2). Balita kakak beradik warga Jalan Bulak Banteng Lor I Nomor 39 yang dilaporkan hilang oleh Arti, ibunya, karena mengejar ayahnya yang pergi untuk urusan pekerjaan, Kamis siang sekitar zuhur. Musrifah menemukan keduanya dan berusaha mengantarnya pulang, tapi dia bingung mau mengantar ke mana.
“Akhirnya saya bawa pulang lagi ke rumah saya. Waktu itu saya cuma bawa uang dua ribu. Kasihan, mereka haus. Tak belikan es. Eh, belum diminum, es itu tumpah sama adiknya. Aduh, kataku, kasihan kamu nak, aku sudah tidak punya uang lagi. Ayo wis, pulang aja ya, nanti minum di rumah,” katanya mengisahkan sore itu.
Musrifah pun merasa kelelahan. Berkali-kali dia mencoba meminta tolong pengendara sepeda motor yang lewat untuk mengantarkan, tapi tidak ada yang mau. Sampai akhirnya seorang tukang las di sekitar sana, setelah Musrifah menceritakan bagaimana dia ada di sana bersama kedua balita itu, mau mengantarkannya ke rumah.
Berikut wawancara dengan Musrifah di Radio Suara Surabaya: {clip*1}
Hafsah dan Sabiq dia mandikan. Musrifah mengatakan, setelah dimandikan kedua balita itu makan dengan lahapnya. “Saya punya ikan pindang tapi pedas, terus saya bilang ke orang-orang, ada yang punya ikan tapi enggak pedas, buat anak-anak ini? Terus orang-orang bilang, iya tak beliin. Soto, satu mangkuk besar, habis. Kasihan. Aku enggak punya uang sama sekali waktu itu,” katanya.
Musrifah berpesan kepada para tetangganya, kalau ada orang yang mencari anak hilang, agar memberitahukan kalau anak itu ada di rumahnya. Dia kemudian melaporkan keberadaan Hafsah dan Sabiq kepada Ketua RW setempat.
“Pak RW enggak ada, saya lapor ke Bu RW. Tapi saya bilang juga, nanti kalau ada yang mengaku kehilangan, enggak langsung saya kasihno. Tak tanyain KTP sama KSK (Kartu Keluarga/KK)-nya dulu nanti. Nanti aku yang salah. Niatku mau nolong baik-baik malah aku kepotokan,” ujarnya dengan logat Jawa-Madura yang khas.
Musrifah mencucikan baju kedua balita itu. Sedangkan Hafsah dan Sabiq dititipkan kepada putri Musrifah yang baru saja pulang sekolah. Putrinya itu mengajak keduanya bermain.
Tiba-tiba, salah satu tetangganya menanyakan, ke mana kedua balita itu. “Aku lari, tak tinggal cucian itu. Lari gitu aja, enggak pakai sandal. Anak-anak itu tak ajak pulang ke rumah. Bapaknya saya tanya, bener ta sampeyan ayahnya anak-anak ini? Lalu aku panggil Bu RW. Ada polisi juga waktu itu. Aku bilang, aku enggak nyulik lho pak,” ujarnya lalu tertawa.
Begitulah, Hafsah dan Sabiq pun kembali kepada kedua orangtuanya. Imron, ayah Hafsah dan Sabiq mengaku bersyukur karena anak-anaknya (Hafsah putri kedua dan Sabiq putra ketiga), telah diketemukan kembali dengannya.
“Saya berterima kasih, Suara Surabaya sudah membantu menemukan anak-anak saya. Saya juga sangat berterima kasih kepada Ibu Musrifah, yang sudah mau merawat anak-anak saya,” katanya.
Imron mengakui, siang itu, saat dia mau mengeprint ke luar rumah, sama sekali tidak menyadari kedua anaknya mengikuti motor yang dia kendarai dengan berlari. “Saya memang benar-benar tidak tahu. Sekali lagi, terima kasih,” ujarnya.(rst)