
Harga bahan bakar minyak (BBM) dari tiga perusahaan besar di Indonesia Pertamina, Shell, dan BP kompak mengalami penurunan mulai 1 Mei 2025.
Dilansir Antara, penyesuaian harga ini dilakukan sebagai bagian dari kebijakan rutin yang mengacu pada perubahan harga minyak global dan regulasi Kementerian ESDM.
Penurunan ini terutama berlaku untuk jenis BBM nonsubsidi seperti Pertamax, Dex Series, dan varian sejenis dari Shell dan BP. Di wilayah Jabodetabek contohnya, Pertamina menurunkan harga Pertamax menjadi Rp12.400 per liter dari sebelumnya Rp12.500.
Berikut rincian harga BBM terbaru di SPBU Pertamina, Kamis (1/5/2025):
- Dexlite (CN 51): Rp13.350 per liter
- Pertamina Dex (CN 53): Rp13.750 per liter
- Pertamax (RON 92): Rp12.400 per liter
- Pertamax Green (RON 95): Rp13.150 per liter
- Pertamax Turbo (RON 98): Rp13.300 per liter.
Langkah serupa dilakukan Shell yang menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Shell Super atau setara Pertamax (RON 92) dari pengumuman resminya, yang semula dipatok Rp12.920 per liter pada April 2025, menjadi Rp12.730 per liter mulai hari ini, 1 Mei 2025.
Berikut rincian harga BBM terbaru di Shell, Kamis (1/5/2025):
- Shell Super: Rp12.730 per liter
- Shell V-Power: Rp13.170 per liter
- Shell V-Power Diesel: Rp13.810 per liter
- Shell V-Power Nitro+: Rp13.360 per liter.
Sementara itu, BP Indonesia tak ketinggalan menyesuaikan harga. BBM jenis BP 92 kini dibanderol Rp12.600 per liter, sedangkan BP Ultimate dan Ultimate Diesel masing-masing turun menjadi Rp13.170 dan Rp13.810 per liter.
Berikut rincian harga BBM terbaru di BP, Kamis (1/5/2025):
- BP 92: Rp12.600 per liter
- BP Ultimate: Rp13.170 per liter
- BP Ultimate Diesel: Rp13.810 per liter.
Meskipun BBM nonsubsidi turun, harga BBM subsidi seperti Pertalite dan Biosolar masih tetap, masing-masing di angka Rp10.000 dan Rp6.800 per liter. Penyesuaian ini menjadi kabar baik bagi masyarakat dan pelaku industri transportasi yang selama ini terdampak fluktuasi harga energi.
Dengan turunnya harga BBM dari tiga merek besar ini, masyarakat diharapkan dapat memanfaatkan momen tersebut untuk efisiensi pengeluaran, sementara sektor transportasi dan logistik bisa bernapas sedikit lebih lega dalam menghadapi tekanan biaya operasional.(ant/dra/ipg)