
Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan uang sebesar Rp11,8 triliun yang disita dari PT Wilmar Group bukanlah dana jaminan seperti yang disampaikan perusahaan tersebut, melainkan barang bukti dalam perkara korupsi fasilitas ekspor crude palm oil (CPO).
Pernyataan ini disampaikan sebagai respons terhadap keterangan resmi PT Wilmar Group yang dirilis pada, Rabu (18/6/2025) kemarin, yang menyebut bahwa mereka telah menempatkan dana tersebut sebagai jaminan selama proses hukum berjalan.
“Dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi terkait dengan kerugian keuangan negara, tidak ada istilah dana jaminan. Yang ada adalah uang yang disita sebagai barang bukti atau pengembalian kerugian negara,” kata Harli Siregar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, di Jakarta, Kamis (19/6/2025) dilansir Antara.
Harli menjelaskan, karena proses hukum terhadap PT Wilmar Group masih berjalan di tingkat kasasi Mahkamah Agung, maka uang senilai Rp11,8 triliun itu disita untuk dapat dipertimbangkan dalam putusan pengadilan.
“Kami juga menyitanya sudah mendapatkan persetujuan dari pengadilan, dan jaksa penuntut umum (JPU) sudah memasukkan tambahan memori kasasi terkait penyitaan uang tersebut,” lanjutnya.
Diketahui, Kejagung menyita dana sebesar Rp11.880.351.802.619 dari lima anak perusahaan PT Wilmar Group, dalam perkara dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO dan produk turunannya pada tahun 2022.
Adapun kelima anak perusahaan tersebut yakni PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.
Sutikno Direktur Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), menyebut bahwa akibat perbuatan para terdakwa korporasi, negara dirugikan dalam tiga bentuk, yaitu kerugian keuangan negara, illegal gain, dan kerugian terhadap perekonomian nasional. Total kerugian negara ditaksir sebesar Rp11,88 triliun.
Dalam perkembangannya, pada 23 dan 26 Mei 2025, kelima entitas tersebut telah mengembalikan seluruh dana senilai Rp11.880.351.802.619 ke Kejagung. Dana itu kini ditampung dalam rekening penampungan lain (RPL) milik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus di Bank Mandiri.
Sebelumnya, PT Wilmar Group menyebut bahwa dana tersebut ditempatkan sebagai dana jaminan atas permintaan Kejagung. Perusahaan juga menyatakan bahwa dana itu dapat dikembalikan apabila mereka menang dalam kasasi, namun bisa disita seluruhnya apabila putusan pengadilan menyatakan mereka bersalah.
Namun Kejagung menegaskan bahwa istilah “dana jaminan” tidak dikenal dalam hukum acara pidana tindak korupsi, dan uang tersebut diperlakukan sebagai barang bukti maupun bentuk pengembalian kerugian negara. (ant/bil/ham)