
Deni Wicaksono Wakil Ketua DPRD Jawa Timur meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim supaya tidak lepas tengan dalam sengketa 13 pulau antara Trenggalek dan Tulungagung.
Deni menyatakan, kejelasan administratif pulau-pulau tersebut berkaitan dengan tata kelola wilayah Pemprov Jatim.
“Pemprov Jatim tidak boleh lepas tangan. Ini soal kredibilitas tata kelola wilayah, harus dikawal,” ucap Deni pada Minggu (22/6/2025).
Wakil Ketua DPRD Jatim itu menyoroti keputusan Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 Tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode, Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, 13 pulau itu dimasukkan ke wilayah Tulungagung.
Namun berdasarkan Perda Provinsi Jatim Nomor 10 Tahun 2023 serta Perda Kabupaten Trenggalek Nomor 15 Tahun 2012 tentang RTRW, pulau-pulau tersebut menjadi bagian dari wilayah Trenggalek.
Deni menyebut, upaya saling klaim 13 pulau ini harus diluruskan oleh Kemendagri dengan dasar data faktual.
“Kami meminta Kemendagri membuka ruang klarifikasi dan mendasarkan keputusan pada data faktual, bukan sekadar dokumen administratif,” tegas Deni.
Deni juga menyebut, bahwa rapat resmi pada 11 Desember 2024 yang digelar di Gedung Ditjen Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah secara sah menyepakati 13 pulau itu masuk wilayah Kabupaten Trenggalek.
Dalam rapat itu juga dihadiri berbagai lembaga nasional seperti Kemendagri, BIG, Kementerian Kelautan dan Perikanan, hingga Pemprov Jatim.
“Sudah ada Berita Acara Kesepakatan yang jelas dan resmi, menyatakan bahwa 13 pulau itu masuk Trenggalek. Tapi mengapa dalam Kepmendagri terbaru justru dipindahkan ke Tulungagung? Ada apa sebenarnya dengan pulau-pulau ini,?” tutur Deni.
Sementara itu Agus Cahyono Wakil Ketua Komisi A DPRD Jatim, mendorong supaya Pemprov Jatim segera menyelesaikan persoalan sengketa ini.
Menurut Agus, konflik administratif antar-kabupaten semestinya menjadi ruang fasilitasi Pemprov Jatim.
“Kalau kasus Aceh dan Sumut itu kan lintas provinsi dan ada isu ekonomi besar seperti tambang, sampai harus turun Presiden. Tapi ini tidak. Pulau-pulau itu bahkan belum berkontribusi terhadap PAD Trenggalek maupun Tulungagung,” kata Agus.
Untuk itu dirinya mendorong agar Khofifah Indar Parawansa Gubernur Jatim untuk melakukan koordinasi dengan pemerintah pusat supaya polemik ini tidak berkepanjangan dan menghambat proses perencanaan tata ruang di masa depan.
“Kalau lambat ditangani, dampaknya bukan hanya pada peta wilayah, tapi juga bisa menghambat pembangunan dan investasi,” jelasnya.
Lilik Pudjiastuti Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setdaprov Jatim menyatakan, Pemprov Jatim sudah mengambil langkah lanjutan terkait polemik tersebut.
Yakni dengan membuat berita acara dan mengirimkannya ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada 2024 silam. Nantinya pemerintah pusat bakal memutuskan terkait administrasi wilayahnya.
“Kami sudah memfasilitasi dan membuatkan berita acara yang kita kirim ke Kemendagri gitu, dan itu keputusannya di Kemendagri,” jelas Lilik. (wld/saf/ham)