
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur memberikan tanggapan atas perubahan nama Sound Horeg menjadi Sound Karnaval Indonesia.
KH. Hasan Ubaidillah Sekretaris MUI Jatim mengatakan, dirinya tidak mempersoalkan dengan pergantian nama tersebut. Namun pihaknya tetap menyoroti desibel suara yang dihasilkan dalam kegiatan itu.
Menurutnya, apabila dalam kegiatan Sound Festival Indonesia tetap menghasilkan suara dengan tingkat di atas 85 desibel sesuai standar WHO, maka itu tetap mengganggu.
“Kalau yang dipersyaratkan WHO 85 desibel itu, ya itu tetap mengganggu ketertiban umum, mengganggu pendengaran secara manusia normal yang menyebabkan gangguan kesehatan itu pokoknya,” kata Hasan saat dikonfirmasi, Senin (4/8/2025).
Kemudian, MUI Jatim juga menyoroti kegiatan dari Sound Karnaval Indonesia tersebut. Apabila ada pelanggaran norma seperti tontonan pornoaksi hingga minum-minuman keras, maka hal itu harus diluruskan sesuai fatwa MUI dan regulasi yang ada.
“Jadi ketika Sound Festival Indonesia saat ini itu memang ketika desibelnya itu tinggi sekali, kemudian secara umum tontonannya itu masih di sana ada pornografi, pornoaksi, kemudian ada minum-minuman keras, ya itu tetap sebagaimana fatwa MU itu harus diluruskan dengan standar-standar ya sesuai dengan norma agama, etika dan juga regulasi yang ada begitu,” tuturnya.
Hasan menyatakan, meskipun istilah Sound Horeg sudah berganti nama tapi dalam praktiknya tidak sesuai norma, maka tetap harus diatur sesuai dengan regulasi dari sejumlah kementerian.
“Jadi sebenarnya ketika kita bicara masalah kebisingan, tingkat kebisingan itu regulasinya sudah ada baik yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kesehatan dan tentunya kementerian-kementerian yang lain yang terkait ya ketenagakerjaan juga ada,” ungkapnya.
Hasan juga menambahkan bahwa hingga saat ini Pemerintah Provinsi Jawa Timur bersama tim khusus masih menggodok rancangan regulasi kegiatan sound horeg.
“Iya, sekarang saat ini sedang difinalisasi. Mudah-mudahan tidak waktu lama bisa dikeluarkan,” katanya.
Untuk diketahui sebelumnya, sejumlah pengusaha sound horeg mengganti nama istilah ‘Siund Horeg’ menjadi ‘Sound Karnaval Indonesia’. Hal ini menyusul perdebatan pro-kontra sound horeg yang kini ramai diperbincangkan.
Para pengusaha sound horeg ini mendeklarasikan pergantian nama saat acara ulang tahun ke-6 komunitas sound horeg, Team Sotok, di Lapangan Desa Gedog Kulon, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang, Senin (29/7/2025).
David Stevan Ketua Paguyuban Sound Malang Bersatu, sekaligus pengusaha sound system Blizzard menjelaskan pergantian nama ini untuk meredam polemik di masyarakat.
“Tidak lagi menggunakan nama sound horeg. Sudah ikrar agar namanya Sound Karnaval Indonesia. Kita ganti yang horeg itu menjadi Sound Karnaval Indonesia. Kemudian untuk suaranya nanti tergantung peraturan nanti bagaimana,” kata David.
David berharap pergantian nama ini bisa meredam kegaduhan sound horeg di tengah masyarakat.
“Harapan kami kedepannya tidak lagi ada kegaduhan terkait sound ini. Kita juga akan selalu patuh terhadap peraturan pemerintah,” tuturnya. (wld/saf/ipg)