Kamis, 25 September 2025

KTNA Jatim: Regenerasi Petani dan Kolaborasi Jadi Kunci Mengatasi Masalah Pertanian

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Seminar Nasional memperingati Hari Tani Nasional bertajuk “Bumi Lestari, Pertanian Berdikari” dengan tema “Kembali ke Sawah, Menyemai Masa Depan” yang digelar di Sekolah Partai DPP PDIP, Lenteng Agung, Jakarta, Rabu (24/9/2025). Foto: Faiz Fadjarudin suarasurabaya.net

Sumrambah Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Provinsi Jawa Timur membeberkan sejumlah persoalan yang dihadapi mayoritas petani di Indonesia. Mulai dari keterbatasan lahan, sumber daya manusia, modal, hingga teknologi.

Hal itu disampaikan dalam Seminar Nasional memperingati Hari Tani Nasional bertajuk “Bumi Lestari, Pertanian Berdikari” dengan tema “Kembali ke Sawah, Menyemai Masa Depan” yang digelar di Sekolah Partai DPP PDIP, Lenteng Agung, Jakarta, Rabu (24/9/2025).

Menurut Sumrambah, kerja sama lintas pihak mutlak diperlukan untuk mengatasi persoalan tersebut. Di Jawa Timur, dia bersama KTNA telah menggandeng kelompok tani, pemerintah daerah, perguruan tinggi, lembaga keuangan, hingga offtaker.

“Ini yang kami kerjakan di beberapa tempat di Jawa Timur. Kami menyatukan beberapa petani dalam satu hamparan luas sawah yang kemudian dikelola bersama. Kami hubungkan dengan offtaker dan universitas untuk pengembangan teknologi. Program ini sudah berjalan hampir lima tahun, dan hasilnya mulai terasa,” ujarnya.

Sumrambah mengakui upaya tersebut tidak mudah. Banyak petani awalnya ragu bahkan kehilangan rasa percaya diri. Namun, dengan tekad kuat dan kerja gotong royong, mulai dari peningkatan kualitas SDM hingga pemahaman teknologi, kini hasilnya kian nyata.

“Beban tanggung jawab bukan hanya di pundak petani, tapi di pundak kita semua sebagai anak bangsa,” tegasnya.

Sumrambah juga menyoroti rendahnya minat generasi muda terjun ke pertanian karena dianggap kurang menguntungkan. Menurutnya, pola pikir seperti itu harus diubah.

“Apa yang kita lakukan hari ini adalah untuk menarik anak-anak muda masuk ke sektor pertanian. Saat ini 70 persen petani kita berusia di atas 40 tahun,” katanya.

Sementara itu, Ony Anwar Harsono Bupati Ngawi dua periode juga menekankan pentingnya inovasi untuk meningkatkan produktivitas pertanian.

Sejak 2021, Pemkab Ngawi mendorong penggunaan pupuk organik, yang terbukti memperbaiki kondisi tanah sekaligus meningkatkan hasil panen.

“Sejak 2021, setelah menggunakan pupuk organik, kondisi tanah semakin baik. Manajemen pertanian juga kami terapkan dengan benar. Indeks pertanaman bisa mencapai 2,48, salah satu yang tertinggi,” ungkap Ony.

Meski demikian, dia mengingatkan jumlah petani terus menurun, meski mayoritas penduduk Ngawi masih bekerja di sektor itu.

“Jumlah petani dari 29 juta kini tinggal 28 juta. Regenerasi menjadi sangat penting bagi kita,” tambahnya.

Sementara itu, Yudhistira Nugraha Kepala Pusat Riset Tanaman Pangan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyoroti masalah biaya pelepasan varietas unggul hasil pemuliaan.

“Proses pelepasan varietas ini sangat panjang dan biayanya mahal, bisa mencapai ratusan juta. Padahal ini penting untuk melindungi petani,” jelasnya.

Yudhistira mendorong aturan soal biaya bisa direvisi, termasuk melalui peran legislatif dan partai politik, khususnya ke PDIP.

Dia membandingkan dengan negara lain, di mana pelepasan varietas ditangani oleh lembaga khusus atau kementerian terkait.

“Di negara lain, seluruh biaya ditanggung pemerintah. Bahkan di Amerika, pelepasan varietas dilakukan oleh asosiasi penangkar benih, bukan pemerintah,” pungkasnya.(faz/rid)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kebakaran Gedung Ex-Bioskop Jalan Mayjen Sungkono

Kecelakaan Mobil di Jembatan Suramadu, Kondisinya Ringsek

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Pajero Masuk Sungai Menur Pumpungan

Surabaya
Kamis, 25 September 2025
26o
Kurs