Kamis, 2 Oktober 2025

Perjuangan Dokter Lakukan Amputasi Tangan Santri di Bawah Reruntuhan Ponpes Al Khoziny Demi Selamatkan Nyawa

Laporan oleh Meilita Elaine
Bagikan
Tindakan amputasi tangan Nur Ahmad santri Pondok Pesantren Al Khoziny Sidoarjo di bawah reruntuhan bangunan musala Ponpes tersebut, dilakukan oleh tim dokter RSUD R.T. Notopuro Sidoarjo, Rabu (1/10/2025). Foto: RSUD Notopuro Sidoarjo

Nur Ahmad satu-satunya dari puluhan korban tertimbun reruntuhan musala Pondok Pesantren Al Khoziny di Buduran Sidoarjo yang selamat dengan kehilangan lengan kiri karena terpaksa diamputasi.

Tak hanya Nur Ahmad yang sempat syok menerima kenyataan bahwa bagian tubuhnya tidak lagi utuh. Dokter Larona Hydravianto Spesialis Ortopedi dan Traumatologi RSUD R.T. Notopuro Sidoarjo juga penuh dilema saat memilih mempertahankan tangan Nur Ahmad atau menyelamatkan nyawa.

Sekitar pukul 19.30 WIB, usai mendapat kabar dari Basarnas soal keberadaan Nur Ahmad yang tak bisa dievakuasi karena tangannya tergencet beton bangunan, ia dan tim memutuskan menerobos reruntuhan bangunan meski bahaya.

Ia menggambarkan, untuk menuju posisi Nur Ahmad, harus merayap sepanjang 10 meter dengan ketinggian ruang terbatas hanya 40-50 centimeter.

“Jadi masuk itu ada kayak ruangan tempat ambrolnya juga, tapi kita masih lebih masuk lagi ke dalam gitu,” tuturnya saat menceritakan ulang kejadian.

Alat berat disiapkan di depan reruntuhan bangunan di Ponpes Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, Senin (29/9/2025) malam. Foto: M. Irfan Azhari Mg suarasurabaya.net

Ia harus menabahkan diri melewati 2 korban meninggal yang dijumpai lebih dulu sebelum Nur Ahmad.

Setibanya bertemu Nur Ahmad, korban sudah dalam kondisi syok berat, matanya membuka, tapi tak bisa berbicara, sama sekali.

“Saya dekati korban, saya cek nadi dan sebagainya. Dia masih hidup. Komunikasi tidak, dia hanya diam saja,” jelasnya.

Tim tenaga kesehatan (nakes) langsung memasang infus ke tangan Nur Ahmad.

“Sambil saya melihat lengan yang terjepit tersebut. Saya lihat itu saya raba, saya pegang itu memang terjepitnya itu batasnya di siku. Persis di persendian siku,” bebernya.

Melihat kondisi Nur Ahmad yang harus segera diselamatkan, dengan satu-satunya jalan, amputasi lengan, Dokter Larona kembali keluar untuk minta bantuan 2 dokter lain, spesialis ortopedi juga anestesi.

“Karena kita melakukan amputasi pada daerah lengan, pastinya ada risiko syok kemudian nyeri yang sangat hebat ya. Sehingga mungkin perlu obat-obatan dari anestesi begitu. Sudah, langsung kita kontak anestesi dari Rumah Sakit Sidoarjo. Langsung beberapa menit kemudian sudah datang. Akhirnya kita masuk lagi dengan tim yang lebih lengkap dan peralatan yang lebih memadai,” paparnya.

Ia sempat mencari keluarga atau orang tua korban di lokasi kejadian. Tapi, suasana malam pertama pencarian itu begitu padat. Identitas Nur Ahmad belum bisa dikenali.

Satu-satunya jalan untuk mengetahuinya hanya dengan berkomunikasi dengan korban, tapi Nur Ahmad sudah dalam kondisi syok tak bisa berbicara.

“Ditanya juga sudah tidak bisa menjawab. Nama siapa, nama orang tua siapa, asalnya gimana,” ungkapnya.

Belum lagi, ruang untuk Ahmad bisa bertahan di bawah reruntuhan sangat mengancam, korban syok terjepit dengan oksigen minim.

“Sehingga untuk bernapas saja susah. Saya masuk situ pun itu juga juga dengan sesak dan sebagainya. Sehingga memang susah sekali untuk komunikasi,” terangnya.

Jika harus menunggu mencari keluarga korban, nyawa Ahmad terancam tidak selamat.

“Memang kita dari tim medis, ini sesuatu yang untuk itu sangat berat ya secara pertimbangan ya, artinya kita harus melakukan amputasi atau menghilangkan bagian tubuh seseorang itu,” ujarnya.

Meski berat, tapi langkah amputasi terpaksa diputuskan berbekal prinsip menyelamatkan nyawa korban.

“Tapi prinsip di dunia kedokteran adalah life saving is number one gitu ya. Jadi kita harus nyawa itu menjadi prioritas pertama dibanding kita harus menyelamatkan anggota tubuh ya. Jadi untuk menyelamatkan nyawa itu anggota tubuh bisa kita sacrifice begitu,” ujarnya.

Terlebih kondisi persendian siku Nur Ahmad, sudah rata tanah, tak bisa diselamatkan meski beton diangkat.

“Jadi benar-benar tertimpa beton itu sampai sudah rata dengan lantai bawahnya, hancur. Jadi itu sudah kita pastikan dia bukan jaringan yang hidup,” paparnya lagi.

Setelah 15 hingga 20 menit ia di luar, akhirnya memutuskan masuk bersama Dokter Aron dan Dokter Faruq, dengan kembali merayap ke dalam, secara berurutan.

Dokter Larona Hydravianto yang melakukan amputasi tangan santri korban tertimpa bangunan musala Ponpes Al Khoziny ambruk, bersama 2 dokter lain saat proses evakuasi, ditemui di RSUD R.T. Notopuro Sidoarjo, Rabu (1/10/2025). Foto: Meilita Elaine suarasurabaya.net

Amputasi dilakukan dengan peralatan medis, dengan kondisi terbatas di bawah reruntuhan, berbekal lampu untuk penerangan.

“Kita lakukan amputasi setinggi siku di tempat lokasi kejadian di bawah reruntuhan. Jadi kita melakukan pemotongan siku secara cepat ya. Jadi sekitar 20 menit sudah terpotong. Sambil pasien sedikit kita tarik karena memang sikunya itu sangat susah dimobilisasi. Jadi kita tarik sedikit, kita cut, kita tarik sedikit, kita cut, kita cut, sampai bisa betul-betul lepas,” jelasnya.

20 menit amputasi di dalam reruntuhan bangunan dilakukan, lalu tim dokter berjuang menggeret Nur Ahmad keluar dengan tiarap.

“Kemudian di luar langsung kita berikan oksigenasi, tambahan cairan, tambahan infus dan sebagainya. Kita stabilisasi di luar ruangan tersebut,” ucapnya.

Usai pasien stabil, Nur Ahmad langsung dilarikan ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD R.T. Notopuro Sidoarjo untuk dioperasi lagi hingga hampir pukul 02.00 WIB dini hari Selasa (30/9/2025).

“Operasi di kamar operasi untuk membersihkan bekas potongan lengan tersebut dan kemudian juga merapikan, bekas potongan tangan ya, kita tutup dan sebagainya. Kira-kira begitu,” ungkapnya.

Dokter Atok Irawan Direktur Utama RSUD R.T. Notopuro Sidoarjo saat menjenguk Nur Ahmad korban tertimpa reruntuhan musala Ponpes Al Khoziny yang terpaksa diamputasi saat evakuasi, Rabu (1/10/2025). Foto: Meilita Elaine suarasurabaya.net

Sesaat sebelum operasi harus kembali dilakukan untuk menyempurnakan amputasi terbatas di lokasi, keluarga yang ada di rumah sakit dimintai persetujuan.

Meski sempat diwarnai protes pihak keluarga yang syok melihat putranya dalam kondisi lengan putus, akhirnya setuju setelah mendengar penjelasan dokter.

“Jadi, ya sudah kita lakukan baru memang setelah pasien kita evakuasi ke rumah sakit kita tracing akhirnya ketemu dan kita bisa bertemu dengan orang tua dan keluarga. Memang awalnya orang tua sempat syok melihat keadaan putranya ya. Tapi setelah kita jelaskan kondisi, kita tunjukkan foto-foto dan sebagainya, keluarga bisa memahami dan memberikan apresiasi dan terima kasih kepada tim medis yang telah bisa menyelamatkan nyawa putranya,” ungkapnya.

Per kemarin Rabu (1/10/2025) kondisi Ahmad sudah membaik, tidak ada tanda infeksi pascaamputasi. Butuh waktu sekitar seminggu lagi untuk observasi, baru Ahmad diperbolehkan pulang.

“Saya tanya gimana sakit, nyeri, dia jawab sakit tapi sedikit, bahkan dia sudah makan,” tuturnya lega.

Selain Dokter Larona, suarasurabaya.net sempat bertemu Yusuf Turkhan Efendi satu dari dua perawat yang membantu tindakan amputasi terbatas di lokasi.

“Saya dan Adi (perawat lain) di luar, setiap dokter butuh alat, saya masuk ke dalam, masukin alat. Saya masuk karena ngantarin alat kurang,” jelasnya.

Ia menggambarkan bertapa sulitnya ruang reruntuhan itu diakses, sampai alat kebutuhan amputasi harus disalurkan estafet ke dokter posisi paling depan.

“Jadi estafet lempar-lemparan alatnya,” tutupnya.

Diberitakan sebelumnya, sebuah musala yang ada di kompleks bangunan Ponpes Al Khoziny, di kawasan Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur dilaporkan ambruk, Senin (29/9/2025) sekitar pukul 15.00 WIB, saat para santri melakukan ibadah salat Asar.

Sejumlah alat berat diterjunkan ke lokasi kejadian untuk membantu pencarian korban, namun akhirnya hanya disiagakan, karena menunggu pencarian korban secara manual, yang diduga masih banyak tanda kehidupan di bawah reruntuhan.

Korban luka lebih dari 100 santri, bahkan ada yang meninggal dunia. Korban dievakuasi ke 3 rumah sakit di Sidoarjo, yakni RSI Siti Hajar, RSUD R.T. Notopuro Sidoarjo, dan RS Delta Surya.(lta/kir/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kebakaran Gedung Ex-Bioskop Jalan Mayjen Sungkono

Kecelakaan Mobil di Jembatan Suramadu, Kondisinya Ringsek

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Pajero Masuk Sungai Menur Pumpungan

Surabaya
Kamis, 2 Oktober 2025
30o
Kurs