
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya akan memberikan pendampingan teknis konstruksi kepada pondok pesantren yang akan membangun gedung pascaambruknya bangunan Ponpes Al Khoziny, Sidoarjo, Jawa Timur.
Mudji Irmawan pakar teknik sipil ITS Surabaya mengatakan, pendampingan itu sebagai bentuk kontribusi akademik kepada masyarakat untuk meningkatkan keamanan fasilitas publik.
Pendampingan teknis konstruksi tersebut diberikan secara gratis bagi lembaga pendidikan atau pesantren yang tengah merencanakan pembangunan.
“Kami siap membantu siapa pun yang ingin memastikan bangunannya aman secara teknis tanpa dipungut biaya,” ujarnya lewat keterangan tertulis, Rabu (8/10/2025).
Mudji menjelaskan, setiap pembangunan gedung bertingkat memiliki risiko tinggi apabila tidak didukung dengan perencanaan konstruksi sesuai kaidah teknik.
Berdasarkan kajian di lapangan oleh Tim ITS, Mudji menyebut sebagian besar kegagalan struktur di Indonesia terjadi akibat lemahnya sambungan elemen dan pengawasan teknis yang tidak optimal.
“Sebagian besar keruntuhan bangunan berawal dari kelalaian manusia dalam proses konstruksi,” katanya.
Ahli teknik sipil ITS itu menilai, tragedi Ponpes Al Khoziny Sidoarjo menjadi bukti tingginya risiko pembangunan gedung bertingkat tanpa penghitungan ulang kekuatan struktur.
Kondisi tersebut, kata Mudji, memberi beban berlebih pada kolom dan balok di luar kapasitas desain awal.
“Setiap penambahan lantai harus disertai perencanaan struktural yang baru, karena beban pada bagian bawah akan meningkat signifikan,” tuturnya.
Sebagai langkah pencegahan, ahli teknik forensik dan investigasi kerusakan struktural tersebut menegaskan pentingnya penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) 2847 tentang perencanaan beton bertulang.
Dalam standar ini, batas kekuatan beton dihitung maksimal 85 persen dari mutu material nominal untuk memberikan margin keamanan terhadap variasi mutu atau kesalahan di lapangan.
“SNI telah mengatur faktor keamanan secara detail, dan jika diterapkan dengan disiplin, potensi kegagalan bisa ditekan seminimal mungkin,” paparnya.
Selain aspek teknik, Mudji juga menyoroti
pentingnya legalitas pembangunan seperti Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) yang memastikan struktur telah diverifikasi oleh pihak berwenang.
Menurut Mudji, kelalaian dalam mengurus legalitas pembangunan kerap membuat proyek berjalan tanpa pengawasan teknis sesuai standar.
“Perizinan bukan formalitas, tetapi bentuk tanggung jawab untuk melindungi keselamatan pengguna bangunan,” tandasnya.(wld/rid)