Jumat, 19 Desember 2025

LPSK Perkuat Kerja Sama dengan Polri, Kejagung, dan MA untuk Pemenuhan Hak Restitusi Korban

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Achmadi Ketua LPSK berfoto bersama jajarannya dan perwakilan Polri dan Kejaksaan di Jakarta, Kamis (18/12/2025). Foto: Antara

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menjalin kesepakatan dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), Kejaksaan Agung (Kejagung), hingga Mahkamah Agung (MA) untuk memperkuat pemenuhan hak restitusi bagi korban tindak pidana.

Kesepakatan tersebut merupakan hasil Rapat Koordinasi dan Dialog Kebijakan Lintas Sektor dengan tema “Optimalisasi Kolaborasi Kerja dalam Implementasi Fasilitasi Restitusi Terhadap Korban Tindak Pidana di Indonesia”.

Achmadi, Ketua LPSK menegaskan bahwa perlindungan serta pemenuhan hak saksi dan korban, khususnya terkait restitusi, tidak bisa dilaksanakan oleh satu lembaga saja.

“Jaminan perlindungan terhadap saksi dan korban memiliki peranan penting dalam proses peradilan pidana, namun dalam praktiknya masih dihadapkan pada berbagai tantangan dan risiko,” kata Achmadi usai rapat dan dialog kebijakan tersebut di Jakarta, Kamis (18/12/2025) seperti dikutip Antara.

Achmadi menyampaikan, penguatan pemenuhan hak restitusi semakin dipertegas dengan lahirnya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) baru yang akan mulai diberlakukan pada Januari 2026.

Ia menjelaskan bahwa layanan restitusi merupakan layanan lintas institusi. Kepolisian berperan pada tahap penyidikan, Kejaksaan pada tahap penuntutan dan eksekusi, Pengadilan dalam penetapan serta putusan, sementara LPSK berperan dalam penilaian dan fasilitasi restitusi.

Karena itu, menurut Achmadi, kolaborasi kerja yang terintegrasi menjadi syarat utama agar hak restitusi korban dapat terpenuhi secara optimal.

Ia menegaskan bahwa tujuan akhir layanan restitusi adalah meningkatnya realisasi pemberian restitusi kepada korban tindak pidana. Hal tersebut hanya dapat dicapai jika terdapat sinergi sejak tahap pengajuan permohonan, penuntutan, hingga putusan dan pelaksanaan pembayaran restitusi.

Tanpa kolaborasi yang kuat, restitusi dikhawatirkan hanya berhenti sebagai norma hukum tanpa memberikan manfaat nyata bagi korban.

“Meskipun proses pengajuannya tidak hanya lewat LPSK, tapi yang melakukan penilaian (hak restitusi) kan juga LPSK bisa melakukan penilaian. Soal keputusan terakhir itu kan di yang mulia hakim, gitu ya,” ujar Achmadi. (ant/bil/faz)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Perpaduan Macet dan Banjir di Kawasan Banyuurip-Simo

Banjir Menggenangi Sidosermo 4

Kecelakaan Bus Vs Truk Gandeng di Jembatan Suramadu

Perpaduan Hujan dan Macet di Jalan Ahmad Yani

Surabaya
Jumat, 19 Desember 2025
25o
Kurs