Selasa, 18 Juni 2024

Punya Kontribusi Besar, GAPKI Butuh Peran Pers Tangkal Isu Negatif Kelapa Sawit

Laporan oleh Anggi Widya Permani
Bagikan
Lakshmi Sidharta Sekretaris Jendral GAPKI saat menerima cinderamata dari PWI dalam workshop jurnalistik yang diselenggarakan di Novotel Hotel, Kamis (19/7/2018). Foto: Anggi suarasurabaya.net

Perkebunan kelapa sawit sering diterpa dengan isu negatif yang berkaitan dengan lingkungan, mulai dari penyebab degradasi lahan, deforestasi, kebakaran, dan sebagainya.

Lakshmi Sidharta Sekretaris Jendral Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mengklaim, isu tersebut tidak benar dan menganggapnya sebagai kampanye negatif yang dibuat atas dasar perang dagang semata dan disebar melalui pemberitaan.

Lakshmi menegaskan, industri kelapa sawit justru menjadi sektor strategis yang memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian nasional. Sawit menjadi salah satu komoditas andalan yang berperan besar bagi penghasilan devisa negara.

Pada tahun 2017, devisa ekspor yang dihasilkan dari hasil produk kelapa sawit mencapai 22,96 miliar dollar AS. Dalam hal ini, kata Lakshmi, Indonesia merupakan negara yang beruntung, karena tidak semua negara bisa mengembangkan bisnis kelapa sawit.

Indonesia, termasuk negara yang beriklim tropis dan sesuai dengan karakter tanaman sawit. Sehingga Indonesia sangat berpeluang besar untuk mengembangkan bisnis kelapa sawit. Terlebih tidak banyak negara yang tahu tentang proses pengolahan kelapa sawit. Saat ini, total lahan sawit di 22 provinsi di Indonesia sudah mencapai 14,03 juta hektare. Lebih dari 40% perkebunan kelapa sawit dimiliki oleh masyarakat dan selebihnya milik pemerintah dan perusahaan.

“Banyak orang di negara luar yang tidak tahu, kalau kelapa sawit ini diambil buahnya. Bukan dengan ditebang. Kita tanam, tunggu sekitar 4 tahunan, lalu akan berbuah terus hingga 30 tahun. Mudah kan? Indonesia beruntung, negara yang cocok dengan kriteria tanaman sawit untuk bisa tumbuh subur,” kata Lakshmi.

Tidak hanya penyumbang terbesar devisa, lanjut dia, industri kelapa sawit di Indonesia juga mampu menyerap tenaga kerja di sektor perkebunan yang tidak sedikit. Pada tahun 2016, tercatat pertumbuhan penyerapan tenaga kerja per tahun mencapai 10,86 persen.

Selain itu, pemanfaatan biodiesel yang diolah dari kelapa sawit dapat mengurangi impor solar yang membebani keuangan negara. Pada tahun 2016, pemerintah berhasil menghemat pengeluaran sebesar Rp14,83 triliun.

“Kelapa sawit tidak hanya diolah menjadi minyak goreng. Tapi, banyak yang tidak tahu, bahwa ternyata kelapa sawit juga diolah menjadi bahan kosmetik. Bisa juga jadi sumber energi. Kelapa sawit ini merupakan primadona bagi Indonesia. Memberikan yield yang paling baik, dan lapangan pekerjaan yang besar. Kelapa sawit juga bisa digunakan food dan non-food, sesuai kebutuhannya,” tambahnya.

Menurutnya, dalam hal ini peran dan posisi kelapa sawit tersebut tidak bisa dipisahkan dengan Indonesia. Untuk itu, pihaknya berharap peran dari pers nasional dalam melawan kampanye negatif sawit yang gencar dilakukan negara-negara produsen minyak nabati lainnya.

“Disini peran media juga dibutuhkan untuk menangkal isu negatif itu. Kami ke depan juga akan gencar melakukan sosialisasi tentang sawit ini, agar tidak ada lagi salah persepsi. Soal pembakaran lahan untuk pembukaan lahan sawit? Itu tidak benar. Karena itu akan menghilangkan unsur hara didalamnya,” jelasnya. (ang/tin)

Berita Terkait

..
Surabaya
Selasa, 18 Juni 2024
29o
Kurs