
Amerika Serikat (AS) resmi mencabut aturan duty-free untuk impor bernilai rendah dari China dan Hong Kong pada, Jumat (2/5/2025), dalam langkah terbaru yang mempertegas ketegangan perang dagang AS-China.
Pengecualian ini sebelumnya memungkinkan impor bernilai di bawah 800 dolar AS masuk tanpa bea (duty-free). Namun, fasilitas tersebut dihapus setelah Donald Trump Presiden menandatangani perintah eksekutif pada 2 April lalu.
Gedung Putih menyebut pencabutan ini bertujuan menekan arus masuk obat sintetis ilegal seperti fentanil dan menutup celah hukum yang oleh Trump disebut sebagai “penipuan” yang merugikan pelaku usaha kecil di AS.
“Ini penipuan besar terhadap negara kita, terhadap usaha kecil. Dan kita sudah mengakhirinya,” kata Trump dalam rapat kabinet awal pekan ini seperti dilansir kantor berita Anadolu, Sabtu (3/5/2025).
Dengan kebijakan baru ini, semua impor dari China dan Hong Kong kini tidak lagi mendapat fasilitas duty-free dan wajib membayar tarif serta bea terkait. Langkah ini diperkirakan berdampak besar pada platform e-commerce seperti Shein, Temu, dan penjual pihak ketiga di Amazon, yang selama ini memanfaatkan celah tersebut untuk menghindari bea masuk. Dengan ini, setiap barang dari China berpotensi dikenakan tarif hingga 145 persen.
Sementara para ahli perdagangan mengatakan bahwa langkah ini juga akan menambah beban kerja Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS (CBP), yang kini harus memeriksa jutaan paket tambahan setiap hari. Hal ini berisiko memicu keterlambatan pengiriman dan tantangan administrasi.
“Cara kita berbelanja online tidak akan pernah sama lagi,” ujar Ram Ben Tzion, CEO Publican.
Pengecualian duty-free ini sebelumnya diatur dalam Pasal 321 Undang-Undang Tarif 1930 (Tariff Act of 1930), yang memperbolehkan impor di bawah ambang batas tertentu masuk tanpa bea, biaya, atau pajak. Pada 2016, Kongres AS menaikkan ambang batas dari 200 dolar AS menjadi 800 dolar AS per pengiriman.
Menurut laporan Congressional Research Service, ekspor paket individu bernilai rendah dari China melonjak dari 5,3 miliar dolar AS pada 2018 menjadi 66 miliar dolar AS pada 2023. (bil/faz)