
Prasetyo Hadi Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) menyebut penerapan Payment ID mengutamakan perlindungan data pribadi (PDP), bukan untuk memata-matai transaksi pribadi masyarakat.
Prasetyo, menjelaskan pengawasan yang diterapkan dalam sistem Payment ID, salah satunya untuk mengetahui hal-hal yang tidak diinginkan seperti, bantuan sosial yang tidak tepat sasaran, masyarakat prasejahtera yang belum menerima bantuan dari pemerintah, ataupun transaksi yang kemudian mengerah kepada pidana seperti judi online.
“Jangan istilahnya itu kemudian memata-matai, itu kan agak kurang pas, tetapi bahwa yang harus dilihat ini adalah semangatnya. Segala sesuatu yang itu berkenaan dengan apalagi ada transaksi-transaksi nah itulah yang kemudian harus bersama-sama kita monitor bahwa hasil monitornya itu peruntukkannya untuk apa itulah yang kemudian diatur. Tentunya kan tidak sembarang data atau sembarang transaksi (diawasi, red.), apalagi yang berkenaan dengan misalnya data-data pribadi, itu kan sudah ada aturannya,” kata Prasetyo, melansir Antara, Kamis (14/8/2025).
Dia melanjutkan, Payment ID dipakai karena saat ini banyak transaksi yang mengarah pada aktivitas-aktivitas pidana, sehingga sulit terdeteksi dengan sistem pengawasan yang lama. Tidak hanya itu, hasil pemantauan dari Payment ID juga dapat digunakan untuk perbaikan, misalnya dalam hal penyaluran bantuan sosial.
“Ada juga yang menerima bantuan sosial tetapi setelah tadi diidentifikasi kalau bahasa agak kerennya tadi dimata-matai ketemu bahwa dipergunakan untuk kegiatan lain misalnya judi online, kan ini tidak benar. Maknanya di situ,” sambung dia.
Dalam kesempatan terpisah, Bank Indonesia menegaskan Payment ID tidak digunakan untuk masuk ke ruang privat dengan mengecek satu per satu transaksi keuangan masyarakat. Payment ID sepenuhnya tunduk pada prinsip kerahasiaan data pribadi sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentang. Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).
“Bahwa isu Bank Indonesia ingin memata-matai, ingin mengetahui ruang privat individu masyarakat, itu tidak mungkin,” kata Dicky Kartikoyono Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI.
Penggunaan Payment ID, kata Dicky, lebih untuk mengetahui potensi perekonomian di sektor tertentu, bukan menyasar pada kegiatan transaksi individu. Bank Indonesia, dia menyebutkan, hanya berorientasi kepada ranah kebijakan publik, bukan kepada ranah individu.
“Tracking siapa beli sepatu, siapa beli di kafe, masa kita begitu, nggak akan itu dilakukan BI. Kita ingin tahu pertumbuhan industri sepatu, ingin tahu pertumbuhan hotel, restoran, dan kafe, tapi nggak akan pernah lihat data individu,” kata Dicky.(ant/kir/ipg)