Saifullah Yusuf (Gus Ipul), Wakil Gubernur Jawa Timur usulkan proses penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dikembalikan ke bupati/walikota, sehingga pemerintah provinsi tidak perlu terlibat. Apalagi, yang bisa mengetahui kondisi riil ketenagakerjaan adalah di kabupaten/kota bukan di provinsi.
“Ini ndak bagus semua dilempar ke atas (ke privinsi), saya usulkan agar diubah UU (UU ketenagakerjaan). Biarkan yang bisa menyelesaikan bupati atau walikotanya,” kata Gus Ipul, Jumat (7/11/2014).
Selama ini, mekanisme penetapan UMK memang didahului survei KHL (standar hidup layak) yang dilakukan dewan pengupahan kabupaten/kota yang terdiri dari unsur pekerja, Apindo, dan pemerintah.
Penetapan KHL di tingkat kabupaten/kota ini biasanya rawan perbedaan antara hasil survei dari pekerja dan Apindo. Padahal KHL adalah acuan untuk menyusun UMK.
Akibatnya, bupati/walikota seringkali mengusulkan UMK ke dewan pengupahan provinsi dengan usulan ganda yaitu usulan versi pekerja dan usulan versi Apindo.
“Kan repot kalau begini terus. Harusnya di kabupaten/kota sudah clear, sudah selesai angkanya jadi gubernur tinggal menetapkan,” tegasnya.
Untuk mempermudah proses penyusunan ini, Gubernur Jawa Timur sebenarnya juga sudah mengeluarkan surat edaran yang berisi imbauan pada bupati/walikota untuk mempersatukan antara usulan pekerja dan Apindo. Dalam surat edaran itu, jika pekerja dan Apindo tak menemukan kata sepakat, maka Gubernur akan menetapkan UMK berdasarkan UMK lama ditambah inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Artinya, besaran UMK baru hanya akan memiliki kenaikan sebesar antara 10-12 persen dari UMK tahun sebelumnya. (fik/ipg)
NOW ON AIR SSFM 100
