Minggu, 19 Mei 2024

Yusril Kritik Habis Soal KIS

Laporan oleh Restu Indah
Bagikan
Ilustrasi

Prof Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc pakar hukum tata negara sekaligus politikus, mengkritik tiga “Kartu sakti,” yang dikeluarkan pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla, lewat akun twitternya.

Tiga kartu masing-masing Kartu Indonesia Sehat (KIS) , Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) dianggap tidak jelas dasar hukumnya.

Bahkan dalam cuitannya, Yusril beberapa kali menyinggung nama Puan Maharani Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, sebagai menteri Puan dianggap tidak paham masalah, Puan Maharani jangan asal ngomong kalau tidak paham tentang sesuatu. Lebih baik dia belajar mengelola negara dengan benar.

Berikut isi 20 tweet Yusril dalam akun pribadinya @Yusrilihza_Mhd.

“Sampai siang ini belum jelas apa dasar hukum dikeluarkannya kebijakan 3 jenis kartu sakti KIS, KIP dan KKS oleh Presiden Jokowi. Niat baik untuk membantu rakyat miskin karena mau naikkan bbm memang patut dihargai. Hal seperti itu sudah dilakukan sejak SBY.

Namun mengeluarkan suatu kebijakan haruslah jelas dasar hukumnya. Cara mengelola negara tidak sama dengan mengelola rumah tangga atau warung. Kalau mengelola rumah tangga atau warung, apa yang terlintas dalam pikiran bisa langsung diwujudkan dalam tindakan. Negara tidak begitu. Suatu kebijakan harus ada landasan hukumnya. Kalau belum ada siapkan dulu landasan hukumnya agar kebijakan itu dapat dipertanggungjawabkan.

Kalau kebijakan itu berkaitan dengan keuangan negara, Presiden harus bicara dulu dengan DPR. DPR memegang hak anggaran. Karena itu perhatian kesepakatan-kesepakatan dengan DPR yang sudah dituangkan dalam UU APBN.

Puan Maharani jangan asal ngomong kalau tidak paham tentang sesuatu. Lebih baik dia belajar mengelola negara dengan benar. Puan katakan kebijakan tiga kartu sakti itu akan dibuatkan payung hukumnya dalam bentuk INPRES dan KEPPRES yang akan diteken Presiden Jokowi.

Puan harus tahu bahwa INPRES dan KEPPRES itu bukanlah instrumen hukum dalam hirarki peraturan perundang-undangan RI. Inpres dan Keppres pernah digunakan di zaman Bung Karno dan Pak Harto sebagai instrumen hukum. Kini setelah reformasi, tidak digunakan lagi. Inpres hanyalah perintah biasa dari Presiden dan Keppres hanya untuk penetapan seperti menangkat dan memberhentikan pejabat.

Mensesneg Sutikno (diralat Pratikno—>red) juga harus bicara hati-hati mengenai sumber dana yang digunakan untuk membiayai kebijakan 3 kartu sakti. Dia katakan dana tiga kartu sakti berasal dari dana CSR BUMN. Jadi bukan dana APBN, sehingga tidak perlu dibahas dengan DPR.

Kekayaan BUMN itu kekayaan yang sudah dipisahkan dari keuangan negara, namun tetap menjadi obyek pemeriksaan BPK dan BPKP. Karena itu jika negara ingin menggunakan dana CSR BUMN status dana ttersebut haruslah jelas, dipinjam negara atau diambil oleh negara. Sebab dana yang disalurkan melalui tiga kartu sakti adalah kegiatan Pemerintah sebagai “kompensasi” kenaikan BBM yang akan dilakukan Pemerintah

Penyaluran dana melalui tiga kartu sakti bukanlah kegiatan BUMN dalam melaksanakan Corporate Social Responsibility mereka.

Saya berharap Mensesneg Sutikno juga jangan bicara asbun seperti Puan. Pikirkan dulu dalam-dalam sebelum bicara dan bertindak dalam mengurus negara.”

Sebelumnya, Pratikno Menteri Sekretaris Negara mengatakan pembiayaan tiga Kartu Sakti Jokowi saat ini menggunakan dana tanggung jawab sosial (CSR) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bukan APBN, sehingga tidak memerlukan persetujuan DPR.

Dia mengatakan, sampai saat ini pemerintah sedang mengkonsolidasi berbagai dana yang ada. Namun, ke depan, program kesejahteraan tersebut akan dimasukan ke dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara 2015.

Sementara Ketua Komisi IX Dede Yusuf mengatakan pemerintah harus mendapat persetujuan dari DPR bila ingin membuat dasar hukum bagi program jaminan sosial baru serupa BPJS yang diberi nama Kartu Indonesia Sehat (KIS).(rst)

Berita Terkait

..
Potret NetterSelengkapnya
Surabaya
Minggu, 19 Mei 2024
26o
Kurs