Rabu, 15 Mei 2024
Jelang Muktamar NU

Gerakan Penyelamat NU Minta Muktamar Bebas dari Politik Uang

Laporan oleh Fatkhurohman Taufik
Bagikan

Gerakan Penyelamat NU (GPNU) menyesalkan munculnya tudingan politik uang jelang Muktamar NU ke-33 yang akan digelar di Jombang pada 1-5 Agustus mendatang. Sebagai organisasi keagamaan, seluruh tim sukses calon ketua maupun calon Rois Aam diharapkan bisa menghindari politik transaksional.

“Kita berharap seluruh calon segera mendeklarasikan diri termasuk deklarasi untuk tidak melakukan politik transaksional,” kata M Khoirul Rijal, Ketua GPNU, Kamis (30/7/2015).

Menurut Gus Rijal, sejarah kepemimpinan di NU sebenarnya selalu diwarnai aksi untuk saling tolak diantara para calon. Artinya, para calon biasanya selalu menolak untuk dijadikan Rois Aam maupun Ketua Umum.

Dia mencontohkan KH Bisri Syansuri dan KH Wahab Hasbullah selalu menolak untuk menjadi Rais karena ada KH Hasyim Asyari. Sepeninggal KH Hasyim, keduanya juga masih menolak untuk menduduki jabatan tersebut.

Bahkan saat KH Wahab Hasbullah akhirnya bersedia, itu pun dengan konsensus istilah Rais Akbar diganti dengan istilah Rais Am. Saat KH Wahab Hasbullah sakit karena sepuh, muktamirin sepakat menunjuk KH Bisri Syansuri sebagai pengganti.
“Namun beliau tetap menolak, menurut KH Bisri selama masih ada KH Wahab, meski beliau sakit dan hanya bisa sare-an (tiduran) saja, beliau tidak akan bersedia mengganti. Sepeninggal KH Wahab Hasbullah, maka KH Bisyri Syansuri menjadi Rais Am,” ujarnya.

Setelah beberapa tahun kemudian KH Bisyri wafat, para Kiai sepuh lantas berembuk untuk menentukan pengganti. Saat itu, KH Asad Syamsul Arifin yang ditunjuk untuk menjadi Rais Am dan dengan tegas menolak karena merasa belum pangkatnya.

Menurut Rijal, budaya menolak jabatan itu tampaknya kini mulai hilang dalam setiap kali Muktamar NU digelar. Terbukti adanya beberapa nama calon yang diunggulkan namun tidak satupun dari mereka yang berani mengatakan ke media dan publik bahwa dia bukanlah orang yang pantas memimpin NU.

Lebih parah lagi adanya desas-desus politik uang yang dilakukan sejumlah tim sukses dari sebagian kandidat. Pengalaman Muktamar NU di Makasar lima tahun lalu, harusnya menjadi preseden buruk yang tidak boleh terulang lagi pada Muktamar di Jombang.

“Ini ngopeni Jamiyah NU, bukan ngopeni partai politik. Tugas pengabdian harus lebih diutamakan dibanding perebutan kekuasaan. Jangan sampai organisasi ini jadi mainan partai politik untuk berebut kekuasaan,” kata dia. (fik/wak)

Berita Terkait

..
Potret NetterSelengkapnya

Massa Hari Buruh Berkumpul di Frontage Ahmad Yani

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Surabaya
Rabu, 15 Mei 2024
32o
Kurs