Rabu, 29 Mei 2024

Jeratan Hukum Pembongkar Rumah Radio Bung Tomo Tidak Bisa Lebih Berat

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Eri Cahyadi Kepala DCKTR Kota Surabaya saat menjelaskan mengenai jeratan hukum yang memang ringan di Perda Nomor 5 Tahun 2015 tentang Cagar Budaya di Pemkot Surabaya, Selasa (10/5/2016). Foto: Denza Perdana suarasurabaya.net

Pemerintah Kota Surabaya mengklaim sudah mendesak pelaku pembongkaran Studio Penyiaran Radio Barisan Pemberontakan Republik Indonesia (RBPRI) Bung Tomo, di Jalan Mawar Nomor 10, Surabaya agar mau melakukan rekonstruksi bangunan bersejarah itu.

Sementara itu, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan Polrestabes Surabaya masih melakukan penyelidikan terhadap kasus pembongkaran bangunan bersejarah ini.

“Dua-duanya harus jalan,” kata Irvan Widianto Kepala Satpol PP Kota Surabaya kepada wartawan, di Kantor Humas Pemkot Surabaya, Selasa (10/5/2016).

Tindakan pembongkaran bangunan Cagar Budaya itu, menurut Irvan, telah melanggar ketentuan Peraturan Daerah (Perda) Kota Surabaya Nomor 5 Tahun 2005 tentang Pelestarian Bangunan dan/atau Lingkungan Cagar Budaya.

Ketentuan pasal 42 perda tersebut, pembongkar bangunan cagar budaya tanpa seizin Pemkot Surabaya dapat dipidana kurungan paling lama tiga bulan dan denda paling banyak Rp50 Juta.

Irvan mengakui, sanksi tersebut tergolong ringan bila dibandingkan dengan ketentuan dalam Pasal 105 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Di undang-undang tentang cagar budaya, orang yang sengaja merusak cagar budaya akan dipidana minimal 1 tahun penjara, dan/atau denda paling sedikit Rp500 juta.

“Makanya kami akan melakukan rapat koordinasi mengundang pakar sejarah, kejaksaan dan kepolisian untuk membicarakan hal ini. Aturan mana yang harus dipakai,” katanya.

Sebab menurutnya, Perda Surabaya Nomor 5 T2005 tentang Pelestarian Bangunan dan/atau Lingkungan Cagar Budaya adalah perpanjangan dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.

Eri Cahyadi Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) Kota Surabaya menambahkan, detil penerapan undang-undang harus menggunakan payung hukum Peraturan Pemerintah.

“Saya sudah menanyakan ke pusat, jawabannya pakai aturan sebelumnya karena PP untuk undang-undang ini masih dalam proses,” ujarnya.

Eri mengaku tidak mau kalah lagi dalam sidang di pengadilan. Karena penggunaan aturan yang salah dapat mengakibatkan putusan pengadilan memenangkan tergugat.

“Semangatnya sebenarnya sama. Hanya saja, setahu saya runutannya kalau undang-undang harus ada PP-nya, kemudian dituangkan dalam perda, dan harus ada perwalinya. Malu kalau sampai kalah lagi,” katanya.

Bangunan cagar budaya studio pemancar RBPRI Bung Tomo di Jalan Mawar Nomor 10 telah ditetapkan oleh Pemkot Surabaya sebagai bangunan cagar budaya pada 1996 lalu.

Polemik tentang keluarnya Izin Mendirikan Bangunan (IMB) rumah bersejarah yang terdata sebagai milik Pak Amin pada Desember 2015 lalu ramai diberitakan oleh media.

Eri mengatakan, IMB itu dikeluarkan karena pemilik sudah memiliki IMB yang dikeluarkan pada 1975. “Saat itu pemilik, keluarganya Pak Amin, mengajukan IMB untuk merenovasi bangunan,” ujarnya.

Namun, Eri mengklaim, permohonan izin IMB yang disertai gambar rencana pemugaran bagian jendela bangunan, sudah dia teruskan ke Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya untuk dikaji.

“Sebab kalau bangunan cagar budaya, renovasi harus melalui rekomendasi Tim Cagar Budaya. Saat itu Disbudpar mengeluarkan rekomendasi, bentuk bangunan asli harus dipertahankan,” ujarnya.

Kenyataannya, bangunan bersejarah yang digunakan Bung Tomo mengobarkan semangat juang arek-arek Suroboyo itu, pada 3 Mei 2016 lalu ditemukan rata dengan tanah.(den/iss/ipg)

Berita Terkait

..
Surabaya
Rabu, 29 Mei 2024
27o
Kurs