Senin, 6 Mei 2024

Kaitan Antara Dolly dan Kejahatan di Surabaya, Menurut Jurnalis Memorandum

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Peluncuran buku kumpulan esai kriminalitas berjudul Surabaya Butuh Lokalisasi, Sabtu (11/10/2017). Foto: Denza suarasurabaya.net

Noor Arief Jurnalis Harian Memorandum meluncurkan buku kumpulan esai kriminalitas berjudul Surabaya Butuh Lokalisasi, Sabtu (11/10/2017).

Di kedai Mbah Cokro, Arief bersama beberapa narasumber membedah buku esai itu dalam sebuah diskusi menarik tentang kondisi Surabaya setelah penutupan lokalisasi Dolly.

Arief, di balik judul provokatif itu, tak pernah bermaksud agar Surabaya kembali memiliki lokalisasi prostitusi. Dia hanya ingin menampilkan fakta-fakta terkini setelah Dolly ditutup.

“Saya menganggap lokalisasi itu hulu dan hilir kejahatan. Kenyataannya, sesuai pandangan saya, di Dolly masih ada praktik prostitusi, yang malah semakin terselubung,” ujarnya.

Di salah satu esai di buku itu, Arief memang mengulas fakta ini dengan analisa yang menarik dari sudut pandang seorang jurnalis di bidang kriminal.

Sebagaimana yang dia sebutkan, lokalisasi prostitusi menjadi hulu dan hilir kejahatan di Surabaya. Dia menyimpulkan dua pola kejahatan berkaitan dengan lokalisasi prostitusi.

“Kejahatan itu dilakukan di lokalisasi, atau dilakukan di luar oleh pelaku kejahatan untuk “belanja” di dalam prostitusi. Tapi saya di buku ini, tidak pada posisi mendukung adanya lokalisasi di Surabaya,” katanya.

Dia kembali menegaskan, bukunya hanya berupaya menampilkan fakta-fakta kepada pembaca, bahwa kondisi di Dolly sebagai eks lokalisasi, saat ini, belum sepenuhnya steril dari parktik prostitusi itu sendiri.

Arief mengatakan, dia berharap kepada pemerintah kota Surabaya, membuat program yang lebih berkelanjutan di lingkungan eks prostitusi Dolly, misalnya berkaitan dengan pembinaan dan dukungan kepada UMKM.

“Selama ini, saya menilai, pemerintah melakukannya sebatas gerakan sesaat. Home industri di sana hanya terekspos saat ada kunjungan pejabat ke sana,” katanya.

Sebagai seorang jurnalis, kata dia, menelurkan sebuah buku seperti meraih piala pertama dalam sebuah lomba profesi jurnalistik. Bukan tanpa tantangan menulis buku esai itu.

“Paling berat mengegolkan judul buku ini ke keluarga. Istri mana yang mau suaminya bahas-bahas lokalisasi? Tapi inilah sumbangsih saya pada profesi jurnalis. Saya menantang teman-teman yang lain. Lek wani nggaweo buku,” ujarnya.(den/rst)

Bagikan
Berita Terkait

..
Potret NetterSelengkapnya

Massa Hari Buruh Berkumpul di Frontage Ahmad Yani

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Surabaya
Senin, 6 Mei 2024
26o
Kurs