Jumat, 29 Maret 2024

Jawa Barat Kini Punya Jalan Majapahit dan Jalan Hayam Wuruk

Laporan oleh Ika Suryani Syarief
Bagikan
Ahmad Heryawan Gubernur Jawa Barat, Soekarwo Gubernur Jawa Timur dan Paku Alam X Wagub DI Yogyakarta di sela-sela kegiatan Harmoni Budaya Jawa-Sunda di halaman Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung. Foto: Istimewa.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat meresmikan Jalan Majapahit, Jalan Prabu Hayam Wuruk dan Jalan Citaresmi, sebagai bagian dari rekonsiliasi budaya Sunda-Jawa setelah sebelumnya Jalan Sunda resmi ada di Jawa Timur.

Kiga nama jalan itu diresmikan oleh Ahmad Heryawan Gubernur Jawa Barat, Soekarwo Gubernur Jawa Timur dan Paku Alam X Wagub DI Yogyakarta di sela-sela kegiatan Harmoni Budaya Jawa-Sunda di halaman Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung.

Tiga jalan di Kota Bandung yang namanya diubah adalah Jalan Pusdai menjadi Jalan Citraresmi, Jalan Gasibu menjadi Jalan Majapahit, dan Jalan Cimandiri menjadi Jalan Hayam Wuruk.

“Kita juga mengubah Jalan Pusdai jadi Jalan Citraresmi atau yang lebih kita kenal Dyah Pitaloka. Dulu Citraresmi mau dipersunting Hayam Wuruk,” kata Ahmad Heryawan, Jumat (11/5/2018).

Aher mengatakan, pengubahan nama jalan tersebut telah melewati serangkaian kajian yang melibatkan budayawan dan akademisi, selain masukan dari masyarakat.

“Kajian cukup lama. Kan ini semenjak Yogyakarta sudah terus ada kajian sangat mendalam. Kalau di Jatim diskusi. Gagasan sudah di Yogyakarta, diskusi ilmiah para pakar di surabaya dan Jabar tinggal eksekusi di Jabar,” kata dia.

Sri Paduka Paku Alam X Wakil Gubernur DI Yogyakarta mewakili Sri Sultan Hamengku Buwono X, menyambut baik pengubahan nama jalan ini yang disebutnya sebagai titik balik rekonsiliasi budaya Sunda-Jawa.

“Terdapat nilai penting, yakni meningkatkan promosi wisata tiga provinsi. Serta menumbuhkan nilai adat, seni dan budaya,” kata dia, seperti dilansir Antara.

Di tempat yang sama, Soekarwo Gubernur Jatim menilai Harmoni Budaya Jawa-Sunda akan menyelesaikan masalah Perang Bubat yang terjadi 661 tahun lalu.

Kata dia, kala itu Belanda sebagai penjajah menggunakan sejarah sebagai sarana politik “adu domba” untuk memecah belah Sunda dan Jawa.

Menurutnya, penyelesaian masalah melalui pendekatan budaya akan lebih efektif karena mampu menghilangkan semua batasan. Ini juga akan menjadi contoh baru menyelesaikan masalah pertikaian.

“Penyelesaian budaya menjadi yang paling baik karena bisa menghaluskan yang kasar dan menjernihkan yang kotor,” kata dia.(ant/iss/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Mobil Porsche Seruduk Livina di Tol Porong

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Jumat, 29 Maret 2024
31o
Kurs