Jumat, 29 Maret 2024

MUI Jatim Imbau Umat Islam Hindari Mengucapkan Salam Lintas Agama

Laporan oleh Anggi Widya Permani
Bagikan
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur mengimbau umat Islam untuk tidak mengucapkan salam lintas agama. Di mana imbauan itu terlampir dalam surat bernomor 110/MUI/JTM/2019 yang diteken KH. Abdusshomad Buchori Ketua MUI Jatim. Foto: Istimewa

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur mengimbau umat Islam untuk tidak mengucapkan salam lintas agama. Di mana imbauan itu terlampir dalam surat bernomor 110/MUI/JTM/2019 yang diteken KH. Abdusshomad Buchori Ketua MUI Jatim.

Menanggapi hal itu, Abdusshomad Buchori atau yang akrab disapa Kiai Somad membenarkan surat imbauan itu. Seruan itu menyikapi kebiasaan seseorang saat membuka sambutan atau pidato di acara resmi, yang seringkali menyampaikan salam atau kalimat pembuka dari semua agama.

Dalam agama Islam, kata dia, ucapan salam pembuka adalah doa dan bukan sekedar basa-basi. Sedangkan doa itu sendiri adalah inti dari ibadah. Sehingga, salam pembuka dari semua agama yang dilakukan umat Islam dinilai perbuatan bid’ah.

“Sehingga, kalau saya menyebut Assalamualaikum, itu doa semoga Allah SWT memberi keselamatan kepada kamu sekalian dan itu salam umat Islam. Nah, agama lain juga punya. Misalnya Hindu seperti apa, Kristen seperti apa, dan Buddha seperti apa,” kata Kiai Somad, dalam sambungan telepon, Minggu (10/11/2019).

“Misalnya pejabat, seorang Gubernur, seorang Presiden, Wakil Presiden, Para Menteri, kalau dia agamanya Muslim ya Assalamualaikum. Tapi mungkin kalau Gubernur Bali ya dia pakai salam Hindu. Karena salam itu adalah doa dan doa itu ibadah. Ini menyangkut Tuhan dan agamanya masing-masing,” terangnya.

Adapun salam dari semua agama itu muncul, untuk meningkatkan kerukunan hidup antar umat beragama agar lebih harmonis. Salah satunya, memperkokoh kesatuan bangsa dan keutuhan NKRI. Menyikapi itu, Kiai Somad berpendapat bahwa salam semua agama bukan wujud kerukunan.

Kembali lagi, kata dia, salam itu adalah doa yang merupakan bagian dari ibadah. Pihaknya setuju dengan adanya perbedaan di negara Pancasila ini, di mana semua agama hidup berdampingan dan menjaga kerukunan. Namun soal ibadah, tidak bisa dicampur aduk.

“Kalau menggunakan salam campuran, itu mencampuradukkan agama. Jadi pluralisme agama itu tidak boleh. Saya terangkan di dalam tausyiah agama itu tidak boleh. Karena agama itu eksklusif. Keyakinan itu adalah sistem. Agama itu sistem keyakinan dan agama punya sistem ibadah sendiri-sendiri,” kata dia.

“Kaitannya dengan toleransi, kita setuju dalam perbedaan, saling menghormati, dan menghargai. Bukan berarti kalau orang salam nyebut semua itu wujud kerukunan. Itu perusak kepada ajaran agama tertentu. Harus berpikir jernih, jangan sampai sok berbicara kerukunan, atau toleransi. Kerukunan itu misalnya, kalau ada kebanjiran atau gempa, kita harus tolong menolong, gak usah tanya agamanya,” jelasnya.

Menurutnya, persoalan tentang toleransi ini perlu diluruskan lagi agar tidak salah arti. Pihak MUI sendiri melakukan itu, untuk mendukung pembangunan bangsa. Terkait imbauan menghindari ucapan salam lintas agama itu, merupakan hasil dari Rakernas MUI di Nusa Tenggara Barat beberapa waktu lalu.

Ada 8 poin imbauan MUI Jatim terkait pengucapan salam pembuka semua agama, sebagai berikut:

1. Bahwa agama adalah sistem keyakinan yang didalamnya mengandung ajaran yang berkaitan dengan masalah akidah dan sistem peribadatan yang bersifat eksklusif bagi pemeluknya, sehingga meniscayakan adanya perbedaan-perbedaan antara agama satu dengan agama yang lain.

2. Dalam kehidupan bersama di suatu masyarakat majemuk, lebih-lebih Indonesia yang mempunyai semboyan Bhinneka tunggal ika, adanya perbedaan-perbedaan menuntut adanya toleransi dalam menyikapi perbedaan.

3. Dalam mengimplementasikan toleransi antar umat beragama, perlu ada kriteria dan batasannya agar tidak merusak kemurnian ajaran agama. Prinsip tolerasi pada dasarnya bukan menggabungkan, menyeragamkan atau menyamakan yang berbeda, tetapi toleransi adalah kesiapan menerima adanya perbedaan dengan cara bersedia untuk hidup bersama di masyarakat dengan prinsip menghormati masing-masing pihak yang berbeda.

4. Islam pada dasarnya sangat menjunjung tinggi prinsip toleransi, yang antara lain diwujudkan dalam ajaran tidak ada paksaan dalam agama (QS. al-Baqarah [2]: 256); prinsip tidak mencampur aduk ajaran agama dalam konsep “Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku sendiri”. (QS. al-Kafirun [109]: 6), prinsip kebolehan berinteraksi dan berbuat baik dalam lingkup muamalah (QS. al-Mumtahanah [60]: 8), dan prinsip berlaku adil kepada siapapun (QS. al-Ma`idah [8]: 8).

5. Jika dicermati, salam adalah ungkapan do`a yang merujuk pada keyakinan dari agama tertentu. Sebagai contoh, salam umat Islam, “Assalaamu`alaikum” yang artinya “semoga Allah mencurahkan keselamatan kepada kalian”. Ungkapan ini adalah doa yang ditujukan kepada Allah Swt, Tuhan yang Maha Esa, yang tidak ada Tuhan selain Dia. Salam umat Budha, “Namo buddaya”, artinya terpujilah Sang Budha satu ungkapan yang tidak terpisahkan dengan keyakinan umat Budha tentang Sidarta Gautama. Ungkapan pembuka dari agama Hindu, “Om swasti astu”. Om, adalah panggilan umat Hindu khususnya di Bali kepada Tuhan yang mereka yakini yaitu “Sang Yang Widhi”. “Om”, seruan ini untuk memanjatkan doa atau puja dan puji pada Tuhan yang tidak lain dalam keyakinan Hindu adalah Sang Yang Widhi tersebut. Lalu kata swasti, dari kata su yang artinya baik, dan asti artinya bahagia. Sedangkan Astu artinya semoga. Dengan demikian ungkapan Om swasti astu kurang lebih artinya, “Semoga Sang Yang Widhi mencurahkan kebaikan dan kebahagiaan”.

6. Bahwa do`a adalah bagian yang tidak terpisahkan dari ibadah. Bahkan di dalam Islam do`a adalah inti dari ibadah. Pengucapan salam pembuka menurut Islam bukan sekedar basa basi tetapi do`a.

7. Mengucapkan salam pembuka dari semua agama yang dilakukan oleh umat Islam adalah perbuatan baru yang merupakan bid`ah yang tidak pernah ada di masa yang lalu, minimal mengandung nilai syubhat yang patut dihindari.

8. Dewan Pimpinan MUI Provinsi Jawa Timur menyerukan kepada umat Islam khususnya dan kepada pemangku kebijakan agar dalam persoalan salam pembuka dilakukan sesuai dengan ajaran agama masing-masing. Untuk umat Islam cukup mengucapkan kalimat, “Assalaamu`alaikum. Wr. Wb.” Dengan demikian bagi umat Islam akan dapat terhindar dari perbuatan syubhat yang dapat merusak kemurnian dari agama yang dianutnya. (ang/dwi)

Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Mobil Porsche Seruduk Livina di Tol Porong

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Jumat, 29 Maret 2024
32o
Kurs