Jumat, 19 April 2024

Menkumham: Pidana Penyiar Berita Bohong Jika Timbul Keonaran Besar

Laporan oleh Ika Suryani Syarief
Bagikan
Yasonna Laoly Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham). Foto: Setkab

Yasonna Laoly Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), mengatakan bahwa pemidanaan terkait penyiaran berita bohong dan berita tidak pasti dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) bisa diterapkan jika seseorang menimbulkan keonaran yang besar.

“Dia harus menimbulkan akibat yang besar, dampak yang besar,” ujar Menkumham Yasonna Laoly di Jakarta, Jumat (20/9/2019).

Hal itu disampaikannya dalam temu pers menjawab pertanyaan terkait bagaimana pasal tersebut dikenakan terhadap orang yang memberikan pandangannya kepada pers.

Pemidanaan itu, menurut Yasonna, jika kabar tidak pasti dan kabar bohong dari orang yang memberikan pandangan itu menimbulkan suatu kericuhan dan kerusuhan.

Namun, pemidanaan tidak dapat dikenakan kepada pers yang memberitakan pandangan tersebut karena yang berlaku adalah UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 sebagai hukum yang berlaku khusus (lex specialist).

Muladi Guru Besar Hukum Pidana Universitas Diponegoro menambahkan bahwa pasal-pasal terkait penyiaran berita bohong dalam RKUHP sebelumnya sudah diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

Guru besar yang menjadi salah satu tim ahli yang menyusun RKUHP itu mengakui bahwa pasal yang terdapat dalam RKUHP sebenarnya adalah peraturan yang diambil dari Undang-Undang yang berlaku pascakemerdekaan tersebut.

“Waktu geger Pemilu kan dipakai pasal itu, kami perbaiki perumusannya RKUHP dari temuan atas itu,” ujar Muladi di Jakarta.

Sebelumnya, Menkumham berpendapat bahwa semangat yang dibawa dalam perumusan RKUHP adalah semangat dekolonisasi, seperti yang dikatakan Yasonna usai pembahasan tingkat I di ruang rapat komisi III DPR RI.

Sedangkan, UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana tersebut terbit dengan pertimbangan bahwa saat itu negara belum dapat membentuk sebuah Undang-Undang Pidana yang baru sehingga menggunakan hukum pidana yang sudah ada sejak zaman penjajahan dengan disesuaikan dengan keadaan.

Maka, Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang baru menjadi acuan dari UU Nomor 1 Tahun 1946 yang berlaku pascakolonialisme itu.(ant/iss/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Jumat, 19 April 2024
26o
Kurs