Selasa, 23 April 2024

Siswa SMP Al Falah Sidoarjo Belajar Tradisi Kematian di Nusantara

Laporan oleh J. Totok Sumarno
Bagikan
Siswa-siswi SMP Al Falah Deltasari Sidoarjo saat berada di Museum Etnografi Unair Surabaya. Foto: Humas SMP Al Falah

Kunjungi Museum Etnografi dan Pusat Kajian Kematian Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, 117 siswa SMP Al Falah Deltasari Sidoarjo, Selasa (21/1/2020) belajar tentang konsep kematian berdasarkan kajian budaya .

Kematian adalah hal yang lazim bagi siklus kehidupan mahluk di bumi. Meski membuat merinding, banyak kalangan yang penasaran bagaimana konsep kematian itu, terutama dari segi budaya. Termasuk para siswa SMP Al Falah Deltasari Sidoarjo ini.

Kunjungan ke Museum Etnografi dan Pusat Kajian Kematian Universitas Airlangga (Ubair) Surabaya membuka cakrrwala berpikir sekaligus pengetahuan baru bagi para siswa bahwa diketahui ternyata Indonesia memiliki keragaman budaya terkait kematian.

“Mata pelajaran IPS, satu diantara temanya adalah memahami kehidupan masyarakat Indonesia pada masa pra aksara. Diharapkan siswa lebih mendapatkan gambaran utuh dan konkret bagaimana kebudayaan seputar kematian yang ada di tiap suku bangsa di Indonesia,” terang Gatot Purwanto S.Sos guru pengampu mata pelajaran IPS sekaligus penanggungjawab program kunjungan, Selasa (21/1/2020).

Tergambar pula bahwa pada masa pra aksara, khususnya zaman Megalitikum, manusia telah mengenal sistem atau kepercayaan Animisme yang mempercayai benda-benda mati yang berkekuatan gaib.

Juga keyakinan tentang Dinamisme yang mempercayai bahwa benda-benda hidup atau bernyawa memiliki kekuatan gaib. Masyarakat kala itu juga mempercayai bahwa kematian bukanlah akhir sebuah perjalanan, namun sebuah perjalanan kehidupan yang baru.

Pada masa tersebut, dengan kepercayaan semacam itu masyarakat telah memiliki tradisi ritual tertentu ketika satu diantara anggota masyarakat itu meninggal dunia. Kematian telah memiliki ritual atau tradisi pada era itu.

“Satu diantara budaya yang berkembang pada masyarakat luas di era tersebut berupa tradisi atau ritual untuk mengawetkan jenazah orang-orang atau anggota masyarakat yang mati. Ritual atau tradisi itu pada masa itu sudah berlangsung,” kata Gatot.

Tradisi dan bentuk budaya atas ritual dan prosesi kematian dan bagaimana masyarakat memperlakukan seseorang yang meninggal sesuai periodesasi masa pra aksara sudah dijelaskan dalam pelajaran di kelas.

Namun demikian dengan mengajak para siswa melihat langsung ke museum, diharapkan pembelajaran menjadi lebih mudah dipahami oleh para siswa. “Biar siswa lebih memahami, belajar lebih nyata dan tidak sekedar membayangkan saja,” tambah Gatot.

Siswa-siswa SMP Al Falah Deltasari Sidoarjo antusias menyaksikan dan mendengarkan penjelasan saat mengunjungi Museum Etnografi Unair Surabaya tersebut. Anak-anak milenial tersebut penasaran menyaksikan aneka koleksi tulang belulang manusia yang ada.

Yang tak kalah menarik adalah penjelasan dan foto-foto yang memaparkan sekaligus memberikan penjelasan terkait keanekaragaman budaya kematian dari ratusan suku-suku yang tersebar disleuruh kepulauan di Indonesia.

Salwa satu diantara siswa SMP Al Falah Deltasari Sidoarjo mengaku takut awal memasuki museum yang memang berada di tengah-tengah lingkungan kampus Universitas Airlangga Surabaya tersebut.

“Merinding dan takut. Tapi setelah di dalam dan melihat banyak benda dan mendapat penjelasan tentang tradisi kematian berbagai suku dan daerah yang berbeda-beda di Indonesia, rasanya jadi menyenangkan. Karena ternyata banyak yang tidak kami ketahui terkait dengan kematian dari segi budaya,” papar Salwa.

Melengkapi kunjungannya Selasa (21/1/2020) ke sejumlah museum, siswa-siswi SMP Al Falah Deltasari Sidoarjo, melanjutkan kunjungan ke Museum Mpu Tantular Sidoarjo.(tok/iss)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Selasa, 23 April 2024
30o
Kurs