Minggu, 5 Mei 2024

Tingkat Keberhasilan Tabur Biji Lewat Udara di Bawah 10 Persen

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Ilustrasi. Tabur biji lewat udara (aerial seeding/aeroseeding) sebagai langkah alternatif reboisasi. Foto: www.nycwatershed.org.

Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur menyatakan, tingkat keberhasilan tabur biji lewat udara (aerial seeding/aeroseeding) sebagai langkah alternatif reboisasi lahan gundul sangat rendah. Di bawah 10 persen.

Dewi Putriatni Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jatim mengatakan, tingkat keberhasilan itu diukur berdasarkan pengalaman yang sudah dilakukan, baik oleh Pemprov Jatim maupun pusat.

“Kami mendukung ide Bu Gubernur (Khofifah Gubernur Jatim, red) soal Aerial Seeding. Tetapi harus dilakukan sangat hati-hati, karena menurut pengalaman, tingkat keberhasilannya rendah,” ujarnya, Selasa (11/2/20220).

Dinas Kehutanan Jatim, kata Dewi, pernah melakukan ini pada 2014 silam. Pemerintah pusat juga pernah menerapkan ini di DAS lain di Jawa Tengah. Keberhasilannya memang di bawah 10 persen.

“Dan itu biayanya cukup mahal. Jadi harus hati-hati dalam menerapkan ini,” katanya. “Karena banyak sekali persiapan yang harus dilakukan, kami tidak bisa melakukan itu dalam waktu dekat.”

Dalam pelaksanaannya, ada beberapa faktor yang mempengaruhi kegagalan. Antara lain benih yang disebar tidak sesuai tempat tumbuh, dimakan satwa, hanyut terbawa air, tidak mencapai tanah dan sebagainya.

Karena itu, Dinas Kehutanan mempersiapkan tabur biji lewat udara ini dengan persiapan sangat matang. Langkah penting yang dilakukan adalah menyiapkan tim teknis.

Tim itu akan menyesuaikan penerapan tabur biji dengan peta lahan kritis. Selain itu, mereka juga harus mengacu pada peta zonasi benih yang berisi tentang benih apa saja yang sesuai untuk zona tertentu.

“Memang tidak bisa sembarangan. Jadi zonasi tertentu itu cocok untuk benih apa? Semua ada di peta zonasi itu. Kami juga perlu mempersiapkan strategi yang sesuai untuk memastikan ini tidak sia-sia,” katanya.

Dia mencontohkan, untuk jenis tanaman Makadamia, misalnya, bijinya memiliki cangkang yang keras. Tanaman yang bisa tumbuh di ketinggian maksimal 1.100 MDPL itu perlu perlakuan khusus.

“Sebelum disemaikan, bijinya harus direndam air panas dulu, didinginkan, direndam lagi, didinginkan lagi, sampai cangkangnya pecah. Kalau cangkangnya pecah baru bisa disemai,” ujarnya.

Proses ini perlu dilakukan perlu diuji daya kecambah masing-masing benih yang akan disemai. Setiap benih memiliki daya daya kecambah (ketahanan terhadap air dan sebagainya) yang berbeda.

“Itu harus diuji di lab, dan harus ada SNI yang diikuti. Supaya nanti ketika disemai, hasilnya bisa maksimal dan tidak sia-sia. Apalagi harga benih Makadamia itu relatif mahal,” katanya.

Tabur biji lewat udara ini akan dilakukan sesuai dengan ide yang diperintahkan Khofifah Indar Parawansa Gubernur Jawa Timur kepada Dinas Kehutanan Jatim. Tujuannya, untuk reboisasi lahan kritis.

Khofifah menyatakan rencana tabur biji lewat udara ini ketika berkunjung ke lokasi banjir bandang yang menerjang DAS Jompo di Desa Klungkung, Kabupaten Jember, Sabtu (1/2/2020) lalu.

Menurutnya, penyebab banjir bandang yang terjadi di Jember adalah lahan yang gundul akibat kebakaran hutan di musim kemarau 2019 lalu. Saat itu hutan di Gunung Argopuro terbakar sampai gundul.

Ketika hujan turun dengan intensitas tinggi, ekosistem yang ada di Hutan Gunung Argopuro tidak mampu lagi menahan debit air hujan yang tinggi sehingga banjir bandang terjadi.(den/bid/ipg)

Berita Terkait

..
Potret NetterSelengkapnya

Massa Hari Buruh Berkumpul di Frontage Ahmad Yani

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Surabaya
Minggu, 5 Mei 2024
24o
Kurs