Rabu, 24 April 2024

Waspadai Era Disrupsi Media, AMSI Tekankan Pentingnya Dukungan Pemerintah

Laporan oleh Agustina Suminar
Bagikan
Diskusi virtual dengan Tim Serap Aspirasi UU Cipta Kerja secara virtual, Jumat (18/12/2020). Foto: Istimewa

Dalam menghadapi era disrupsi, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) menyatakan pelaku media memerlukan dukungan pemerintah agar persaingan tetap berjalan secara sehat meski banyak bermunculan kompetitor baru. Jika tidak, maka persaingan yang tidak berisiko menurunkan kualitas produk jurnalistik yang ada.

Peta bisnis media dewasa ini berubah drastis seiring perkembangan teknologi internet. Di masa lalu, media bisa mengendalikan kegiatan dan bisnisnya dari hulu ke hilir, dari produksi konten sampai distribusinya.

Saat ini distribusi konten yang diproduksi media juga dilakukan platform-platform online yang kebanyakan dikuasai pemain global yang memiliki kekuatan kapital lebih kuat. Alhasil, media-media di Tanah Air yang memproduksi konten mendapat kompetitor baru dari pemain global besar.

Masalahnya, persaingan menjadi tidak seimbang karena ada perbedaan kebijakan yang mengikat media-media dan platform digital. Dari sisi, perpajakan saja misalnya, perusahaan media dikenai pajak sementara platform-platform digital global belum dikenakan pajak penghasilan.

“Platform digital mendistribusikan konten-konten yang bersaing dengan konten yang kami produksi, dan dengan adanya perbedaan beban pajak, maka dari sisi penawaran harga saja media akan berat bersaing,” kata Wenseslaus Manggut Ketua Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) dalam diskusi dengan Tim Serap Aspirasi (TSA) UU Cipta Kerja secara virtual, Jumat (18/12/2020).

Di luar soal bisnis, lanjut Wenseslaus, ada bahaya lain dari fenomena digitalisasi jurnalisme ini, yakni ancaman merosotnya kualitas berita. Konten jurnalistik tereduksi hanya menjadi komoditas atau jualan saja.

“Berita-berita penting jadi kalah bersaing dengan berita-berita tidak penting yang pembacanya tinggi. Berita bisa asal-asalan saja yang penting banyak yang baca,” katanya berdasarkan rilis yang diterima suarasurabaya.net.

Jika disrupsi media ini tidak diatur dan kurang dukungan pemerintah, kualitas jurnalistik yang dilindungi Undang-Undang bisa terancam merosot drastis. Padahal peran jurnalistik sangat signifikan dalam sistem sosial politik di suatu negara.

Dia menyarankan agar pemerintah memberi dukungan kepada industri media agar industri makin sehat dan publik mendapat informasi berkualitas. Untuk itu pemerintah perlu segera membuat regulasi yang berpihak ke media Tanah Air.

“Jika kebijakannya belum ada, bisa belajar dari negara lain seperti Australia yang sudah memberi payung hukum,” katanya.

Tri Agung Kristanto Wakil Pemimpin Redaksi Kompas mengatakan, tren disrupsi media saat ini sudah mulai terasa sejak 10 tahun terakhir. Pemerintah perlu mendukung, kata dia, namun tetap harus mengikuti perkembangan.

“Jangan kita sudah mengatur secara rigid, ternyata tren di luar sudah berubah lagi,” ujarnya.

Dia menandaskan, semangat UU Cipta Kerja jangan hanya mengundang investor asing, tapi juga melindungi tenaga-tenaga kerja dalam negeri dan industri dalam negeri termasuk industri media. Ketua Tim Serap Aspirasi mengatakan pihaknya akan merumuskan aspirasi-aspirasi tersebut untuk penyusunan peraturan turunan dari UU Cipta Kerja.

“Kami akan merumuskannya dan memilah karena dan beberapa substansi tidak masuk dalam wilayah UU Cipta Kerja,” katanya.

Adapun aspirasi yang tidak masuk kerangka regulasi UU Cipta Kerja, kata Franky, pihaknya akan memfasilitasi pertemuan dengan otoritas yang paling terkait.

“Pokoknya kami akomodir semuanya,” imbuhnya.

Franky mengharap aspirasi dan masukan dari media masih sangat dibutuhkan tidak hanya saat penyusunan peraturan pelaksanaan, namun juga ke depannya saat implementasi kebijakannya.

Franky menyebutkan sejauh ini tim sudah menyerap 89 aspirasi dari berbagai kluster dan sektor industri. Selain itu, forum-forum diskusi yang digelar Tim Serap Aspirasi bekerja sama dengan berbagai lembaga sudah melibatkan 62 komunitas.

Dari 6 event streaming melalui platform Youtube, tercatat 709 peserta terlibat aktif. Secara simultan, dari 10 event melalui aplikasi Zoom, dengan total 1434 peserta terlibat aktif memberikan masukan dan menerima materi sosialisasi UUCK.

Franky Sibarani Ketua Tim Serap Aspirasi mengatakan pihaknya akan terus mengintensifkan penyerapan aspirasi dan masukan yang disampaikan masyarakat sebagai bahan rekomendasi peraturan turunan UU Cipta Kerja.

Terdapat beberapa cara untuk menyampaikan aspirasi ke TSA:

Pertama, aspirasi bisa melalui online form yang dapat diakses di bit.ly/tsakirimaspirasi. Kedua, aspirasi bisa via email ke [email protected]. Ketiga, aspirasi bisa disampaikan dengan mengirimkan surat yang bisa dikirim atau diantar langsung ke kantor Sekretariat TSA di Gedung Kantor Pos Besar Lantai 6, Jl. Lapangan Banteng Utara No. 1, Pasar Baru, Sawah Besar, Jakarta Pusat, DKI Jakarta.

UU Cipta Kerja disahkan pada 5 Oktober 2020 oleh DPR dan diundangkan pada 2 November 2020. Peraturan turunan yang tengah disusun mencakup 40 Peraturan Pemerintah (PP) dan 4 Peraturan Presiden (Perpres).(tin/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Rabu, 24 April 2024
28o
Kurs