Jumat, 26 April 2024

Kenalkan Wayang kepada Generasi Muda Lewat Karakter Si Unyil

Laporan oleh Dhafintya Noorca
Bagikan
Foto: gubug-wayang.com

Banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengenalkan kebudayaan asli Indonesia kepada generasi muda.

Generasi muda punya tugas berat sebagai penerus warisan kebudayaan. Namun mereka juga dihadapkan pada kenyataan di era di mana mereka hidup sekarang, kebudayaan-kebudayaan sudah hampir banyak yang punah sehingga mereka tidak punya kesempatan untuk mengetahuinya.

Tapi hal itu tidak berarti mustahil dilakukan. Cyntia Handy Director of Museum Wayang Gubug Mojokerto mengakui, memperkenalkan wayang kepada generasi muda tidak bisa ujug-ujug (tiba-tiba) dilakukan. Harus dimulai dengan hal-hal yang dekat dengan mereka.

“Cara mengkomunikasikannya kalau di zaman sekarang tidak bisa ujug-ujug langsung ke yang tua atau kuno karena itu juga kesalahan kita sendiri karena gap knowledge (jarak pengetahuan) kita terlalu jauh. Jangan langsung narik anak-anak untuk melestarikan wayang, karena mungkin ketika kita bicara seperti itu mereka sendiri belum pernah nonton tayangan wayang,” kata Cyntia saat mengudara di Radio Suara Surabaya, Minggu (7/11/2021).

Bagi Cyntia, salah satu cara mengenalkan Wayang adalah lewat karakter Si Unyil. Dia pun berterima kasih kepada stasiun televisi yang masih menyiarkan tayangan tersebut sampai sekarang sehingga setidaknya anak-anak pun tahu bagaimana bentuk wayang.

“Dengan tayangan Unyil di TV pasti ada jutaan anak yang memahami Unyil. Kami taruh wayang Unyil di lantai 1. Itu juga bagian dari strategi kami untuk membangun engagement dengan pengujung,” ujarnya.

Museum Gubug Wayang sendiri mendapat hibah koleksi karakter Unyil lengkap dari peninggalan keluarga Almarhum Pak Raden. Selain itu Cyntia juga berpendapat usaha mengenalkan museum sebagai destinasi yang digemari generasi muda adalah usaha berkelanjutan.

“Dibilang berhasil (mengenalkan) gak akan ada habisnya kalau di bidang kebudayaan. Tapi kalau ditanya apakah kita mengusahakannya, jawabannya adalah iya karena indikator keberhasilan itu sendiri ada tiga yaitu pengrajin, pemain dan penikmat. Selama itu masih ada, bisa dikatakan budaya masih hidup,” imbuhnya.

“Jangan bilang yang buat aja, tapi yang main ada gak dan ada yang nonton gak. Ketiganya berkesinambungan yang mengatakan budaya itu hidup,” Cyntia melanjutkan penjelasannya.

Dalam kesempatan tersebut Cyntia juga menyampaikan kalau bukan hanya tempat untuk menyimpan koleksi melainkan museum adalah ruang kreatif yang dipenuhi ide-ide multidisiplin tanpa batasan waktu.

“Kalian mau ke masa lalu atau ke masa depan kalian bisa terinspirasi ketika main ke museum. Inilah poin ekonomi kreatif kami di masa depan,” pungkasnya.(dfn/den)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Jumat, 26 April 2024
31o
Kurs