Jumat, 26 April 2024

Menerka Penyebab Tingginya Kematian Akibat Covid-19 di Jatim

Laporan oleh Ika Suryani Syarief
Bagikan
Ilustrasi. Foto: dok suarasurabaya.net

Pemerintah Provinsi Jawa Timur sedang melakukan evaluasi untuk mencari faktor penyebab tingginya angka kematian di Jawa Timur di tengah penurunan kasus Covid-19 di Jatim.

Heru Tjahjono Pelaksana Harian (Plh) Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Jawa Timur mengakui, Pemprov Jatim juga masih bertanya-tanya mengenai itu.

Berdasarkan perhitungan epidemiologi, positivity rate di Jatim, misalnya, mengalami penurunan. Tidak hanya itu, BOR di rumah sakit juga melandai.

“Ini kami dengan Pak Joni sudah diskusi, mana yang menyebabkan angka kematian tetap tinggi? Pada saat itu, memang, yang menjadi salah satu pertimbangan adalah isoman. Kata dokter Joni, Isoman ini saat masih tinggi-tingginya justru tidak terdeteksi. Ada yang positif menularkan ke keluarga, dibawa ke rumah sakit sudah berat,” katanya kepada Radio Suara Surabaya, Selasa (31/8/2021).

Salah satu dugaan yang menyebabkan tingginya angka ini, kata Heru, adalah persoalan skema pendataan kematian akibat Covid-19.

“Padahal rumah sakit sudah mulai berkurang. Ini memang jadi pertanyaan kami, kenapa angka kematian ini tinggi? Masih kami evaluasi. Khawatirnya (itu karena jumlah,red) meninggal belum di-PCR. Seharusnya setelah di-PCR baru masuk data. Ini karena diinput oleh tenaga kesehatan. Mudah-mudahan sehari dua hari ini kita bisa tahu kenapa kematian kita tinggi,” ujarnya.

Sementara, Windhu Purnomo Epidemiolog Universitas Airlangga mengatakan, jika melihat tingkat keterisian ruang perawatan rumah sakit di Surabaya yang tinggal 21,68 persen–di bawah batas minimum 60 persen yang ditetapkan WHO–berarti penderita Covid-19 meninggal bukan karena kesulitan dapat perawatan di rumah sakit.

“Kematian paling banyak berada di luar rumah sakit. Tapi masih ada orang yang positif tidak mau ke rumah sakit atau Isoter, inginnya Isoman. Ini yang harus diawasi,” kata Windhu.

Sebenarnya orang yang positif Covid-19 bisa Isoman dengan aman asalkan tidak mengalami perburukan tanpa diketahui dan tidak menulari anggota keluarga dan warga sekitar.

Di sinilah peranan RT/RW di lingkungan tempat tinggal orang yang positif Covid-19 harus berjalan.

RT/RW, menurutnya, harus tahu siapa saja warganya yang melakukan isoman. RT juga harus punya sarana prasarana yang bisa dipinjamkan kepada warga yang Isoman, supaya keluarga bisa memonitor.

Pertama, oxymeter untuk melihat terjadi desaturasi oksigen atau tidak. Kedua, termogun untuk mengukur suhu. Ketiga, tensimeter untuk mengukur tekanan darah.

Selain itu juga perlu pelatihan cara menggunakan alat-alat itu dan membaca hasilnya. Serta, ada baiknya juga bila RT punya persediaan oksigen minimal 1 meter kubik.

Dengan pemantauan intensif yang dilakukan di rumah, kalau terjadi penurunan kondisi, pasien bisa langsung dibawa ke rumah sakit.

Sekadar diketahui, sejak awal pandemi case fatality rate (CFR) atau tingkat kematian di Jawa Timur hampir tertinggi dari semua provinsi.

Menurut Windhu, akhir-akhir ini case fatality rate kumulatif Jawa Timur tertinggi nomor dua.

“Lalu case fatality rate mingguan Jawa Timur masih tertinggi nomor tiga. Pertama Lampung, kedua Jawa Tengah, baru Jawa Timur,” ujarnya.(iss/den)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Jumat, 26 April 2024
31o
Kurs