Jumat, 1 November 2024

Pengamat Media: Jejak Digital Tidak Bisa Dihapus, Pelajari Sebelum Menyesal

Laporan oleh Agustina Suminar
Bagikan
Ilustrasi. Foto: Digital Trends

Fernavita Putra, pengamat media sosial menuturkan, di era sekarang semua orang bisa menjadi produsen informasi yang bahkan tidak terhentikan. Sehingga semua yang menggunakan teknologi kini harus melek tentang literasi digital.

Dia juga melanjutkan bahwa kecenderungan anak muda saat ini lebih suka mengikuti perbincangan yang populer tanpa memahami konteksnya.

“Misal kasus yang menjerat aktor Korea Selatan baru-baru ini, itu kan trending di Twitter. Saya lihat semua penggemarnya tahu hal yang detail dari publik figur itu, dan ada juga komentar netizen lain yang mengasumsikan sendiri dengan komentar negatif soal kasus yang menjeratnya,” ujar Fernavita saat dihubungi Radio Suara Surabaya pada, Selasa (27/10/2021).

Itu menandakan bahwa jejak digital sangat bisa ditelusuri dan semua orang bisa membuat informasi dan tanggapan melalui asumsi pribadi.

Menurutnya dengan kemudahan teknologi inilah yang turut mendorong adanya rasa penasaran untuk menggali sesuatu, dan yang disayangkan olehnya adalah masyarakat Indonesia lebih suka situasi yang destruktif dalam situasi yang trending.

Pengamat media sosial itu mengatakan jika literasi digital hanya rambu-rambunya saja, dia menyarankan agar mulai merubah kebiasaan masyarakat.

“Dalam bermedia sosial kita juga perlu memahami adanya empati, aturan hukum, dan etikanya. Sehingga tidak hanya literasi digital saja yang dijadikan acuan,” kata Fernavita.

Saat ditanyai mengenai ujaran kebencian, Fernavita memberi pendapat bahwa ruang digital kerap dianggap ruang bebas tanpa adanya batasan-batasan.

“Pemahaman ini harus diubah karena karakter digital lebih berbahaya, yang mana jejak digital tidak bisa dihapus, namun orang masih kadang suka-suka dia kalau ngomong padahal bisa saja terjerat UU ITE meskipun komentar di media sosial hanya spontanitas, nanti setelah terjerat barulah menyesal,” tambah dia.

Di era teknologi yang seba bias ini Fernavita mengibaratkan bahwa teknologi bak pisau bermata dua. Di lain sisi yang memiliki banyak tantangan dan di lain sisi adanya kemudahan.

“Teknologi saat ini bisa digunakan untuk melakukan apa pun agar lebih mudah, namun kebermanfaatan itu juga sangat bisa digunakan untuk tindak kejahatan,” kata Fernavita.

Fernavita mengatakan jika dampak dari teknologi juga membuat orang untuk lebih instan dalam menciptakan branding dirinya di media sosial untuk dikenal oleh khalayak lebih luas.

“Untuk menjangkau banyak orang kini sudah terasa instan, kita tinggal memanfaatkan paltform media sosial secara konsisten sesuai dengan konten kita dan unik, itu pasti viral dan terkenal,” ujarnya.

Selain pemanfaatan teknologi sebagai leisure pop culture, Fernavita mengatakan jika peralihan bisnis atau perdagangan kini sudah secara online dan akan menjadi salah satu pola ekonomi di masa depan.

“UMKM kini bisa jualan online di tingkat nasional, bahkan global dunia. Kalau dulu kan tidak, orang jual toko klontong yang tau hanya tingkat desa saja.”

Kendati demikian Fernita menyatakan masyarakat masih belum siap menerima kederasan arus informasi yang masuk.

“Dalam konteks ini yang dimaksud siap bukanlah bisa menggunakan teknologinya, tapi bagaimana menyikapi semua persoalan yang ada di teknologi itu,” tuturnya. (wld/iss)

 

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Teriknya Jalan Embong Malang Beserta Kembang Tabebuya

Bunga Tabebuya Bermekaran di Merr

Kebakaran Pabrik Plastik di Kedamean Gresik

Surabaya
Jumat, 1 November 2024
28o
Kurs