Sabtu, 20 April 2024

Dewan Pers dan Konstituennya Belum Pernah Dilibatkan dalam Proses Legislasi RKUHP

Laporan oleh Dhafintya Noorca
Bagikan
Azyumardi Azra Ketua Dewan Pers (tengah) dalam Jumpa Pers: Sikap Dewan Pers terhadap RKUHP, Jumat (15/7/2022). Foto: tangkapan layar

Azyumardi Azra Ketua Dewan Pers mengaku Dewan Pers belum pernah dilibatkan dalam proses legislasi RKUHP (Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) sejak pertama kali menerima draf RUU tersebut di tahun 2017.

Usai menerima draf RUU itu, Dewan Pers bersama seluruh konstituennya menggelar diskusi untuk mengkaji RKUHP yang dianggap kontroversial karena dapat mengancam kebebasan pers.

Lalu pada tahun 2018 Dewan Pers membentuk tim yang merumuskan tentang RKUHP ini.

Kemudian tahun 2019 Dewan Pers membuat petisi yang isinya menolak RKUHP yang ditujukan kepada Bambang Soesatyo Ketua DPR RI waktu itu. Aksi ini membuahkan hasil yaitu RKUHP ditunda pembahasannya.

Dewan Pers sempat dijanjikan akan dilibatkan langsung dalam pembahasan RKUHP ini namun sejauh ini janji itu semu. Dewan Pers tidak pernah dilibatkan oleh Pokja RKUHP di DPR maupun di Kemenkumham.

“Kita lihat pasal-pasal ataupun poin-poin di draft 4 Juli yang sudah disampaikan tahun 2019 kepada Bambang Soesatyo Ketua DPR waktu itu sama sekali tidak berubah. Apa yang kita usulkan itu sama sekali nggak dipedulikan walaupun mereka beralasan ini kan RUU yang carry over yang sudah dibahas oleh DPR atau pemerintah sebelumnya kemudian dibawa oleh ke DPR sekarang,” kata Azyumardi Azra dalam Jumpa Pers: Sikap Dewan Pers terhadap RKUHP, Jumat (15/7/2022).

Dalam draf terbaru tersebut menurut Azyumardi memuat sejumlah pasal yang multitafsir, pasal karet, serta tumpang tindih dengan undang-undang yang ada.

“Sekarang ini ada 10 atau 12 lah pasal ataupun bagian ataupun isu-isu yang kemudian membelenggu kebebasan pers itu. Jadi jurnalis sekarang memang menjadi objek delik dan objek kriminalisasi. Misalnya juga media tidak boleh lagi mengkritik ya atau memuat kritik, kecuali disertai dengan solusi,” ujarnya.

Senada dengan Azyumardi Azra, dalam forum tersebut Ninik Rahayu Ketua Komisi Penelitian, Pendataan dan Ratifikasi Pers Dewan Pers mengatakan, sampai hari ini pihaknya tidak pernah mendapatkan informasi yang cukup tentang draf mana yang diserahkan pemerintah kepada DPR, draft mana yang sekarang dilakukan pembahasan oleh DPR.

“Kita berharap sekali melalui konferensi pers kali ini setidaknya pemerintah dan DPR membuka draf 4 Juli itu. Jangan sampai publik termasuk Dewan Pers ketika akan memberikan masukan atas draf yang salah itu jadi simpang siur. Ini kan akibat kita tidak pernah mendapatkan draf yang sebenarnya, jangan-jangan bukan itu draf aslinya. Kita kan sekarang berasumsi nih ada 10 atau 11 materi muatan yang berpotensi mengkriminalkan dan memberangus kebebasan pers,” ujarnya.

Setelah mempelajari materi RKUHP versi terakhir 4 Juli 2022, Dewan Pers tidak melihat adanya perubahan pada delapan poin yang sudah diajukan. Untuk itu Dewan Pers menyatakan agar pasal itu dihapus karena berpotensi mengancam kemerdekaan pers dan mengkriminalisasikan karya jurnalistik.

Pasal-pasal tersebut adalah Pasal 188 tentang Tindak Pidana terhadap Ideologi Negara, Pasal 218-220 tentang Tindak Pidana Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden. Perlu ditiadakan karena merupakan penjelmaan ketentuan-ketentuan tentang penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sudah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi (MK) berdasarkan Putusan Nomor 013- 022/PUU-lV/2006.

Kemudian, kata Ninik, Pasal 240 dan 241 Tindak Pidana Penghinaan Pemerintah yang Sah, serta Pasal 246 dan 248 (penghasutan untuk melawan penguasa umum) harus dihapus karena sifat karet dari kata “penghinaan” dan “hasutan” sehingga mengancam kemerdekaan pers, kebebasan berpendapat dan berekspresi.

Selain itu, ada lagi Pasal 263 dan 264 Tindak Pidana Penyiaran atau Penyebarluasan Berita atau Pemberitahuan Bohong, Pasal 280 Tindak Pidana Gangguan dan Penyesatan Proses Peradilan, Pasal 302-304 Tindak Pidana terhadap Agama dan Kepercayaan, Pasal 351-352 Tindak Pidana terhadap Penghinaan terhadap Kekuasaan Umum dan Lembaga Negara, Pasal 440 Tindak Pidana Penghinaan, pencemaran nama baik, dan Pasal 437, 443 Tindak Pidana Pencemaran.(dfn/faz)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Sabtu, 20 April 2024
29o
Kurs