Sabtu, 4 Mei 2024

Parkir Tepi Jalan Umum di Surabaya Masih Dihantui Jukir Nakal

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Samsul Hadi salah seorang jukir di Jalan Kayoon saat memberikan petunjuk arah kepada salah seorang pengguna jasa parkir pada hari penerapan Parkir Zona, Senin (20/3/2017). Foto: Denza Perdana suarasurabaya.net

Realisasi pendapatan daerah dari retribusi parkir tepi jalan umum (TJU) di Kota Surabaya, kini baru mencapai 40 persen. Per hari ini Senin, 12 September 2022 dari target Rp35 Miliar baru terkumpul sekitar Rp11.7 Miliar.

Menanggapi hal tersebut, Baktiono Ketua Komisi C DPRD Kota Surabaya mengakui adanya kebocoran retribusi parkir TJU tersebut.

“Pasti ada (kebocoran), seperti kalau warga tadi tidak diberi karcis atau karcisnya expired tidak disobek,” ujarnya saat berbincang di program Wawasan Suara Surabaya, Senin (12/9/2022).

Dia menjelaskan lebih lanjut, selain adanya kebocoran, dampak pandemi Covid-19 juga mengakibatkan retribusi TJU belum maksimal.

“Ada 1.500 titik parkir di jalan umum yang kurang lebih tersisa 1.100 titik. Titik parkir itu ada yang di tepi jalan umum di dekat toko-toko, juga depot atau restoran itu banyak yang masi belum pulih. Jadi diantaranya dampak-dampak pandemi itulah yang menyebabkan parkir dijalan umum ini masih belum maksimal memenuhi target,” jelasnya.

Baktiono menyarankan untuk menghindari terjadinya kebocoran tersebut perlu adanya kontrol masyarakat serta pemasangan CCTV secara menyeluruh di titik-titik parkir kota Surabaya.

“Kalau sistem konvensional seperti ini yang bisa dilakukan itu, satu adanya kontrol masyarakat, ada hotline. Terus nanti misal ada masyarakat yang melapor dengan bukti, makanya harus ada CCTV tetapi masih belum dipasang menyeluruh. Kemungkinan nanti dibuat aturan usulan masyarakat apa, atau mereka dibebaskan dari parkir karena berani melapor,” tuturnya.

Sementara Susandi Ismawan Kepala Bidang Lalu Lintas Dinas Perhubungan (Dishub) Surabaya menyampaikan realisasi retribusi pendapatan parkir TJU masih belum sampai 50 persen dari target, karena pemulihan ekonomi baru terjadi pada bulan Mei 2022, setelah sebelumnya terpukul pandemi.

Selain itu terjadi pergeseran-pergeseran kebiasaan masyarakat di masa pandemi, seperti pembelian makanan secara online, dan keberadaan juru parkir (jukir) baru yang membutuhkan penyesuaian kinerja lagi.

“Kita tidak menutup kemungkinan ada potensi (kebocoran), karena ada pergeseran-pergeseran banyak jukir baru, sehingga memang kita perlu edukasi ke mereka. Bagaimana menanganinya juga berbeda-beda, kondisinya memang berubah setelah pandemi ini,” kata Sandi.

Dia mengatakan terdapat beberapa praktek kebocoran yang yang ditemui Dinas Perhubungan di lapangan, diantaranya menarik tarif tidak sesuai harga yang ditetapkan, tidak menyerahkan karcis kepada pengguna jasa parkir, serta banyaknya juru parkir liar.

“Memang ada titik parkir yang zona dan non zona. Jadi yang non zona harusnya untuk roda 4 bayar Rp3 ribu mereka menarik Rp5 ribu. Hal-hal seperti itu juga yang harus kita informasikan kepada masyarakat. Saat ini banyak jukir-jukir liar, titik-titik yang bukan potensi parkir tapi dijadikan titik parkir oleh mereka. ” katanya.

Dia mengimbau jika menemukan kejadian tersebut masyarakat dapat melapor melalui aplikasi Sapa Warga.

“Masyarakat mungkin tidak perlu lagi tarik urat syaraf, pokoknya tau titik parkirnya dimana difoto saja jukirnya laporkan melalui aplikasi Sapa warga. Itu pasti kita tindaklanjuti, karena kita ada respon time 30 menit harus segera menindaklanjuti itu,” imbaunya.

Untuk dapat membedakan juru parkir resmi atau liar, Sandi menjelaskan lebih lanjut ada beberapa hal yang bisa membedakan.

“Kalau rompi sekarang sudah banyak jual beli, yang pertama kalau ada rambu huruf P parkir coret (dilarang parkir) itu pasti bukan potensi kita. Kedua, jukir kita itu pasti bertanda pengenal, ada seperti kepleh ada seperti rompi. Kalau yang parkir zona itu rompinya warna merah, kalau parkir non zona warna hijau. Selain kedua warna itu berarti bukan dari Dishub,” jelasnya.

Sandi menambahkan dalam kurun waktu tiga bulan ke depan, Dishub Surabaya akan melakukan penanganan dan pengawasan terhadap retribusi parkir tepi jalan umum dengan lebih maksimal sehingga target pendapatan bisa terpenuhi.

“Jadi kita benar-benar melakukan penanganan di lapangan, kita menurunkan petugas dan melakukan pengawasan. Sebetulnya berapa real potensi parkir di titik-titik tersebut. Karena memang harus kita akui sebelum pandemi dan sesudah pandemi ada pergeseran-pergeseran kebiasaan masyarakat,” kata Sandi.

Hal tersebut mengundang pendengar Suara Surabaya memberikan pendapatnya terkait juru parkir liar di tepi jalan umum.

Agustina, salah satu penelpon mengatakan seringkali ia mendapati juru parkir yang memberikan karcis kedaluwarsa.

“Yang di Surabaya terutama di jalan Majapahit, itu jukir yang pake rompi parkir juga, cuma karcis yang dikasihkan itu nggak realtime, jadi bukan tanggal hari ini. Saya mengalami sendiri sampai ribut sama jukir gara-gara tanggal karcis tidak sesuai,” ujarnya.

Sementara Ricki Antonia berharap, pemerintah lebih berani dan tegas, atas praktek jukir liar dan nakal agar tidak ada kebocoran retribusi parkir.

“Pemerintah daerah masih adigang adiguna, takut sama preman preman parkir di jalanan. Kalo emang serius dan berani. Pasti bisa lah
karena kalo parkir liar dibasmi akan bikin efek lain lagi…pengangguran dan premanisme tinggi  swastanisasi paling pas, enak tinggal nerima duit. dan kita juga jelas bayar parkir akan lari kemana pemkot tinggal enak terima duit….gitu aja kok repot,” tulisnya melalui WA Suara Surabaya. (gat/rst)

Berita Terkait

..
Potret NetterSelengkapnya

Massa Hari Buruh Berkumpul di Frontage Ahmad Yani

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Surabaya
Sabtu, 4 Mei 2024
32o
Kurs