Minggu, 28 April 2024

Kemenkes: Penolakan RUU Kesehatan Hambat Upaya Peningkatan Perlindungan Nakes

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Mohammad Syahril Juru Bicara Kemenkes. Foto: Kemenkes

Mohammad Syahril Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Jubir Kemenkes) RI menilai penolakan sejumlah elemen pada Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan Omnibuslaw, justru menghambat upaya peningkatan perlindungan hukum kalangan tenaga kesehatan (nakes).

“Kalau memang kekhawatirannya masalah pelindungan hukum, kenapa tidak dari dulu organisasi profesi bergerak dan berinisiatif untuk mengubah?” ujarnya di Jakarta, Minggu (14/5/2023), dikutip Antara.

Pasal-pasal terkait hukum yang dikhawatirkan para dokter dan tenaga kesehatan, lanjut Syahril, sebenarnya sudah ada di tubuh undang-undang yang berlaku sejak 20 tahun terakhir.

Syahril yang juga Dirut RSPI Sulianti Saroso Jakarta mengatakan, RUU Kesehatan yang sedang dibahas DPR bersama Pemerintah justru memfasilitasi peningkatan pelindungan hukum yang lebih jelas dan kuat.

Khususnya, untuk dokter, perawat, bidan, apoteker, dan tenaga kesehatan lainnya dalam memberikan pelayanan.

“DPR justru memulai inisiatif untuk memperbaiki undang-undang yang ada, sehingga pasal-pasal terkait pelindungan hukum menjadi lebih baik. Pemerintah pun mendukung upaya itu,” katanya.

Upaya menolak RUU Kesehatan, sambung Syahril, akan mengembalikan pasal-pasal terkait hukum yang ada seperti dulu. Antara lain yang sudah terbukti membuat banyak masalah hukum bagi para dokter dan nakes di Indonesia.

Salah satu usulan peraturan dalam RUU Kesehatan yang dianggap bermasalah oleh organisasi profesi adalah situasi dokter dapat digugat secara pidana atau perdata walau sudah menjalani sidang disiplin.

“Padahal, aturan tersebut adalah aturan lama yang sudah berlaku di UU Praktik Kedokteran 29/2004,” ungkapnya.

Dalam Pasal 66 ayat (1) UU Praktik Kedokteran 29/2004, disebutkan setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran, dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.

Lebih lanjut, ayat (3) menyatakan pengaduan tersebut tidak menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana, kepada pihak yang berwenang atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan.

Menurut Syahril, pasal-pasal tersebut masih dalam pembahasan DPR dan Pemerintah untuk dapat diperbaiki. Kata dia, ada beberapa usulan baru pasal terkait dalam RUU Kesehatan di luar pasal-pasal pelindungan hukum yang sudah berlaku saat ini.

Salah satunya adalah penyelesaian sengketa di luar pengadilan. RUU Kesehatan mengedepankan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice) dalam penyelesaian perselisihan, seperti yang tertuang dalam Pasal 322 ayat (4) Daftar Inventarisasi versi pemerintah yang memuat antiperundungan.

“Tenaga medis dan tenaga kesehatan dapat menghentikan pelayanan kesehatan apabila memperoleh perlakuan yang tidak sesuai dengan harkat dan martabat manusia, moral, kesusilaan, serta nilai-nilai sosial budaya, termasuk tindakan kekerasan, pelecehan dan perundungan,” sebutnya.

Pelindungan peserta didik yang memberikan pelayanan kesehatan dari kekerasan fisik, mental dan perundungan juga tertuang dalam Pasal 208E ayat (1) huruf d DIM pemerintah.

RUU Kesehatan juga memuat perlindungan untuk peserta didik dalam menjamin hak mereka mengakses bantuan hukum saat terjadi sengketa medik selama mengikuti proses pendidikan. “Ketentuan itu tertuang dalam Pasal 208E ayat (1) huruf a DIM Pemerintah,” katanya.

Hal lainnya yang juga diakomodir dalam RUU Kesehatan berupa proteksi tenaga kesehatan dan tenaga medis dalam keadaan darurat.

Tenaga medis dan Tenaga Kesehatan yang melaksanakan upaya Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan Wabah, berhak atas pelindungan hukum dan keamanan serta jaminan kesehatan dalam melaksanakan tugas seperti yang tertuang dalam Pasal 408 ayat (1) DIM Pemerintah.

“DPR dan pemerintah masih membahas pasal pelindungan hukum dan mengundang masukan dari publik,” tegasnya.

Dokter Syahril menambahkan, upaya menjegal proses pembahasan RUU Kesehatan bukanlah solusi. “Apabila kepentingan utama organisasi profesi adalah pelindungan hukum, justru sekarang inilah saat yang tepat untuk melakukan perbaikan,” pungkasnya.(ant/bil)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Minggu, 28 April 2024
30o
Kurs