Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendesak agar Undang-Undang Perlindungan Anak dapat memberikan perlindungan anak di ranah daring atau online.
“KPAI telah menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) ke Badan Legislasi DPR RI agar Undang-Undang Perlindungan Anak memuat perlindungan anak di ranah daring,” kata Jasra Putra Wakil Ketua KPAI sesuai dikutip dari Antara, Kamis (22/6/2023).
Hal ini krusial, ujarnya, karena Undang-Undang Perlindungan Anak belum mengatur soal ini.
“Padahal sangat penting. Tren anak bekerja berubah dari jalur bekerja formal ke ranah daring,” tuturnya.
KPAI mendata ada berbagai platform tawaran pekerjaan di ranah digital, seperti open source yang dibuat Fastwork, Nusatalent, LinkedIn, KitaLulus, Sribu, Projects, Gumroad, dan Remote Skills Academy, untuk memamerkan kemampuan, kreativitas, dan jasa, berbagai bentuk pekerjaan yang bisa dimasuki anak anak.
“Di sana mereka bisa menjadi pencari kerja atau menawarkan pekerjaan, atau sekedar freelance. Dan ini yang kemungkinan ke depan akan banyak dilaporkan oleh media, orang tua, atau anak ke KPAI. Tentang pelanggaran hak anak yang bekerja atau berkarya di ranah daring,” jelas Jasra Putra.
Jasra menanggapi hal itu merupakan tantangan baru dalam perlindungan anak di ranah daring. Oleh karena itu, KPAI juga mendorong pemerintah untuk memuat perlindungan anak di ranah daring dalam Undang-undang Ketenagakerjaan.
“Akan sangat berbeda dengan anak yang berada di ranah daring dalam jebakan prostitusi online, industri kekerasan, industri candu, industri judi, industri miras, dan pekerjaan sektor terburuk lainnya,” sambungnya.
“Mereka yang bekerja serius mendapatkan peluang atas hasil karya positif mereka di ranah daring perlu mendapatkan jaminan perlindungan dan apresiasi yang baik, apalagi kalau itu karya anak-anak. Sehingga mereka yang memesan karya anak di ranah daring perlu diverifikasi baik dan dapat diawasi,” tutup Jasra Putra. (ant/bnt/iss)