Jumat, 3 Mei 2024

KPAI Minta Pemda Wilayah Terpencil Prioritaskan Pembentukan UPTD PPA

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Kantor Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) di bersebelahan dengan Kantor Kelurahan Nginden Jangkungan, Kota Surabaya. Foto: Antara Kantor Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) di bersebelahan dengan Kantor Kelurahan Nginden Jangkungan, Kota Surabaya. Foto: Antara

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memandang pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) di wilayah-wilayah terpencil harus menjadi prioritas pemerintah daerah setempat, mengingat layanan tersebut sangat dibutuhkan anak korban kekerasan.

Dian Sasmita anggota KPAI mengatakan hal itu perlu menjadi perhatian karena saat ini belum semua kabupaten/kota memiliki UPTD PPA, terutama wilayah-wilayah di Indonesia timur.

“Ini sangat-sangat, menurut kami, harus menjadikan prioritas serius pemerintah daerah dan kementerian/lembaga (K/L) terkait bagaimana mengupayakan kebijakan khusus supaya pemda bisa dengan lebih mudah mendirikan atau menyediakan layanan UPTD PPA,” kata Dian dalam Rakornas KPAI yang diikuti secara daring, Rabu (22/11/2023) dilansir Antara.

KPAI mencatat ada 254 UPTD PPA di seluruh Indonesia, atau baru separuh dari total kabupaten/kota menyediakan layanan tersebut.

“Dengan ketiadaan UPTD, ini berakibat besar kepada korban ketika hendak mengakses layanan pendampingan dan pemulihan ketika proses hukum. Bahkan, mau lapor ke manapun korban masih tidak tahu juga, apalagi ketika harus visum,” ujar dia.

Menurut Dian, akses korban terhadap layanan pendampingan dan pemulihan yang masih terbatas menjadi salah satu hambatan dalam penanganan kasus kekerasan pada anak.

Di dalam aturan tertulis, fungsi pendampingan dan pemulihan memang tetap dijalankan oleh bidang perlindungan anak apabila UPTD PPA belum tersedia di suatu daerah.

Namun, ketiadaan layanan tersebut membuat tidak ada tenaga profesional yang tersedia seperti konselor dan psikolog.

“Ini menambah lagi derita pada korban. Tidak ada juga bantuan hukum khusus untuk korban. Ini berlipat-lipat sekali kondisi para korban,” ujar Dian.

Selain akses layanan pendampingan dan pemulihan, KPAI juga menyoroti hambatan penanganan kasus tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) di tingkat kepolisian serta masih terjadinya kriminalisasi terhadap korban seperti ancaman dan intimidasi.

Hingga Oktober 2023, KPAI telah menerima sebanyak 352 pengaduan kasus TPKS. Menurut KPAI, jumlah tersebut mengacu pada kasus yang mengalami hambatan keadilan.

Kasus-kasus tersebut mendapatkan pengawasan dari para komisioner di KPAI agar bisa mendapatkan prioritas penyelesaian. (ant/mel/bil/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Massa Hari Buruh Berkumpul di Frontage Ahmad Yani

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Surabaya
Jumat, 3 Mei 2024
28o
Kurs