
Penyalahgunaan narkotika di kalangan artis masih menjadi persoalan yang berulang dan kerap menjadi sorotan publik.
Komjen Pol Marthinus Hukom Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) menyatakan bahwa pihaknya kini memilih untuk tidak lagi menangkap artis pengguna narkoba.
Menurutnya, penangkapan tersebut justru bisa berdampak negatif karena dapat menjadi bentuk kampanye tidak langsung terhadap narkoba, mengingat status artis sebagai figur publik yang mudah menarik perhatian masyarakat.
Marthinus menegaskan bahwa keputusan ini bukan karena BNN menghindari tanggung jawab, melainkan untuk mencegah efek domino dari pemberitaan berlebihan yang dapat membuat masyarakat menganggap penggunaan narkoba sebagai sesuatu yang lumrah.
Ia menekankan bahwa BNN tidak membutuhkan popularitas dari penangkapan artis, dan khawatir jika hal ini terus dilakukan, justru akan mendorong normalisasi penggunaan narkoba di kalangan publik. Meski demikian, BNN tetap akan menindak tegas artis yang terlibat sebagai pengedar atau bandar narkoba.
Menanggapi hal ini, Rudy Wedhasmara pembina Yayasan Orbit sekaligus aktivis pemberantasan narkoba menyatakan bahwa langkah BNN mencerminkan perlunya keseimbangan dalam strategi penanggulangan narkotika.
Selama ini, kata Rudy, pendekatan yang paling dominan adalah supply reduction atau pemberantasan pasokan, yang menyerap sebagian besar anggaran penanganan narkoba. Sementara pendekatan berbasis pemulihan, seperti demand reduction dan harm reduction, masih jauh tertinggal.
“Situasi di lapangan ternyata pemberantasan, demand reduction, dan harm reduction harus saling berbarengan. Karena kalau permintaan bisa ditekan sebanyak mungkin agar penawaran tidak terjadi, ini yang perlu seimbang. Saya rasa saat ini porsinya belum seimbang sama sekali,” ujarnya dalam program Wawasan Radio Suara Surabaya, Rabu (2/7/2025).
Rudy menambahkan, banyak pengguna, termasuk artis, seharusnya masuk jalur rehabilitasi, bukan malah dipenjara. Apalagi jika ia bukan residivis dan barang bukti yang ditemukan kecil. Sayangnya, sistem hukum belum sepenuhnya mendukung pendekatan ini.
Ia juga menyoroti rendahnya partisipasi masyarakat dalam program rehabilitasi sukarela, meski skema itu telah diatur dalam UU Narkotika sejak 2009. Dari data yang ada, jumlah penyalahguna yang datang secara sukarela ke pusat rehabilitasi dari tahun 2011 hingga 2025 masih sangat minim.
Ia menyambut baik gagasan BNN untuk memperkuat pendekatan persuasif dan edukatif, namun menilai narasi ini belum sampai secara utuh ke publik.
“Yang sering terlihat justru penangkapan artis dipublikasikan. (Seolah) menjadi promosi gratis ke masyarakat, secara tak langsung mengikuti jejak artis itu. Sebab bisa bikin percaya diri, atau meningkatkan kreativitas,” sebutnya.
Ia menekankan bahwa masyarakat memang belum sepenuhnya siap dengan pendekatan non-paksa, namun negara tetap perlu membangun sistem yang seimbang.
Penegakan hukum tetap penting, namun harus diiringi investasi besar pada rehabilitasi, edukasi publik, dan perlindungan bagi pengguna yang ingin pulih.
Rudy menyebut pengguna narkotika bukan sekadar pelaku kejahatan, melainkan individu yang butuh pemulihan. Jadi dibutukan sistem yang manusiawi, bukan semata-mata represif. (saf/ipg)