
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Surabaya yang begitu besar merupakan sumber utama untuk membiayai berbagai pembangunan yang dilakukan, baik pembangunan infrastruktur maupun manusia seperti pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya.
Febrina Kusumawati Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Surabaya mengatakan, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Surabaya yang pada 2025 sebesar Rp12 triliun, sebagian besarnya dikumpulkan dari retribusi dan pajak daerah.
“Pajak daerah itu ada sembilan mata pajak. Pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak parkir, pajak air tanah, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan BPHTP. Dari pajak-pajak tersebut, PBB memang yang sedang kita galakkan untuk penagihannya,” jelas Febri saat mengisi program Semanggi Suroboyo di Radio Suara Surabaya, Jumat (14/3/2025).
Secara fiskal, menurutnya Kota Surabaya sebetulnya sudah tergolong mandiri. Dari APBD tahun 2025 Rp12 triliun, sebesar Rp8 triliunnya ditarget ter-cover dari PAD dan sisanya dari dana transfer Pemerintah Pusat.
Karenanya, meski belum sepenuhnya tanpa bantuan dana pusat, kota ini dianggap hampir mandiri karena mampu mengcover APBD sebagian besar dari pendapatannya sendiri lewat PAD.
“Mungkin someday (suatu saat) ya kalau semua kemampuan daerah itu sudah terciptakan, pasti akan ada balance yang lebih baik, tapi untuk sekarang masih ada proporsi antara PAD dan transfer dari pusat,” katanya.
Adapun untuk mencapai target APBD 2025 sebesar Rp12 triliun, Bapenda Kota Surabaya terus mengoptimalkan pendapatan dari pajak dan retribusi melalui berbagai strategi. Di antaranya gencar mengkomunikasikan kemasyarakat mulai awal sampai akhir tahun.
Bapenda juga melakukan jemput bola melalui program-program seperti mobil layanan pajak yang setiap harinya mendatangi 15-20 titik lokasi di kota, untuk membantu masyarakat membayar PBB.
“Selain itu, di area publik seperti car free day, pasar, dan mall, kami juga hadir untuk mempermudah pembayaran pajak,” tambahnya.
Adapun salah satu strategi non jemput bola yang mulai diterapkan adalah digitalisasi layanan pajak, di mana warga bisa membayar pajak tanpa harus datang ke loket.
“Beberapa tahun lalu saat metode marketplace itu banyak muncul, kita juga sudah menggunakan sarana atau metode itu. Jadi kalau orang-orang yang mager (malas gerak) mau kemana-mana bayar pajak, ya sudah tinggal pencet-pencet handphone aja,” jelas Febrina.
Meski demikian, Kepala Bapenda menegaskan kalau sikap disiplin warga dalam membayar pajak juga menjadi salah satu faktor keberhasilan Surabaya dalam meningkatkan PAD
“Ketaatan warga Surabaya untuk membayar pajak sangat membanggakan. Surabaya disebut sebagai kota mandiri karena sebagian besar pendapatannya berasal dari pajak daerah,” kata Febrina.
Karena itulah, Febrina yakin bahwa dengan kolaborasi semua pihak, target pendapatan Rp12 triliun akan tercapai. “Ibarat sapu lidi, kalau sendiri nggak kuat, tapi kalau lidi-lidi bersatu, kita bisa menyapu bersih pajak di Kota Surabaya,” pungkasnya. (bil/ipg)