Kamis, 9 Mei 2024

Pengesahan RUU Pilkada Molor, Fraksi Sibuk Rapat Internal

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan

Rapat Paripurna DPR RI dengan agenda, satu di antaranya pengesahan RUU Pilkada, berlangsung molor. Pasalnya, sidang yang diagendakan Kamis (25/9/2014) pukul 10.00 WIB, masih sedikit dihadiri anggota dewan. Sebagian besar mereka masih menggelar rapat internal, guna mengkonsolidasi suara yang solid, dalam pengambilan keputusan tingkat II, RUU Pilkada tersebut.

Fraksi Golkar misalnya, mengambil lokasi di ruang Nusantara, dalam menggelar rapat internalnya. Bahkan Priyo Budi Santoso Ketua DPP Golkar yang akan memimpin rapat ini, sudah sibuk dari pagi tadi menerima pengarahan dari Aburizal Bakrie Ketum Golkar.

Sementara FPPP, menggelar rapat internal dilantai 15 Nusantara I. Dimana dalam rapat internal ini, langsung dihadiri Suryadharma Ali Ketum PPP.

Sedangkan FPKS, menggelar rapat internal dilantai 3, Nusantara I, langsung dipimpin Hidayat Nurwahid ketua fraksinya.

Begitu pula, Fraksi PDI-P, Hanura dan Gerindra menggelar rapat internal di gedung sama, Nusantara I, namun di lantai yang berbeda.

Rapat paripurna ini akan menjadi penentu mekanisme pemilihan kepala daerah, apakah langsung oleh rakyat atau oleh DPRD. Hingga rapat kerja kemarin, masih terlalu banyak perbedaan sikap di antara fraksi-fraksi di Komisi II DPR mengenai RUU Pilkada.

Seperti perbedaan sikap itu terlihat saat rapat kerja Komisi II DPR dan pemerintah dengan agenda pengambilan keputusan tingkat pertama RUU Pilkada di DPR, Jakarta, Rabu (24/9/2014).

Fraksi PDI-P, Partai Hanura, PKB, dan Partai Demokrat memberikan dukungan terhadap mekanisme pilkada langsung oleh rakyat. Sedangkan Fraksi Partai Golkar, PPP, PAN, PKS, dan Partai Gerindra mendukung pilkada oleh DPRD.

Meski mendukung pilkada langsung, Partai Demokrat meminta tiga perbaikan pada draft RUU Pilkada, yaitu uji publik calon kepala daerah yang hasilnya menentukan lulus atau tidaknya calon; kandidat kepala daerah harus ikut bertanggungjawab jika massa pendukungnya ricuh; dan untuk mencegah politisasi birokrasi, petahana tidak memutasi pegawai setahun sebelum pilkada dan kepala daerah terpilih tidak memutasi selama setahun setelah terpilih.

Jika tiga hal ini tak diakomodasi, Demokrat akan mendorong opsi ketiga dalam rapat paripurna, selain opsi pilkada langsung dan pilkada tidak langsung.

Selain mekanisme pilkada, perbedaan sikap terlihat pada syarat calon kepala daerah, yaitu terkait ikatan perkawinan dan darah dengan petahana untuk mencegah politik dinasti.

Demokrat dan Gerindra meminta calon tidak memiliki ikatan perkawinan atau garis lurus satu tingkat ke atas, bawah, dan samping dengan petahana. Adapun Partai Golkar, PDI-P, dan PKB meminta istri atau suami petahana dilarang, sedangkan anak dan saudara tidak dilarang.

Perbedaan juga masih terlihat dalam menyikapi siapa yang dipilih saat pilkada, apakah kepala dan wakil kepala daerah (satu paket) atau hanya kepala daerah, sedangkan wakilnya dipilih oleh kepala daerah terpilih.

Bagi fraksi pendukung pilkada langsung, masih ada perbedaan mekanisme rekapitulasi penghitungan suara. PKB mendukung rekapitulasi suara dari TPS langsung ke KPU. PDI-P ingin rekapitulasi berjenjang seperti selama ini, dari TPS ke desa, kecamatan, dan berakhir di KPU.(faz/ipg)

Berita Terkait

..
Potret NetterSelengkapnya

Massa Hari Buruh Berkumpul di Frontage Ahmad Yani

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Surabaya
Kamis, 9 Mei 2024
32o
Kurs