Senin, 29 April 2024

Sukowi: Dukung Kampanye Pemilu di Kampus untuk Hasilkan Pemimpin Berkualitas

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Ilustrasi kampanye pemilu. Foto: Grafis suarasurabaya.net

Mahkamah Konstitusi pada 15 Agustus 2023 lalu telah mengabulkan sebagian permohonan perkara pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Dalam Amar Putusan No. 65/PUU-XXI/2023 yang tetapkan pada tanggal tersebut, di antaranya memperbolehkan kegiatan kampanye di lembaga pendidikan dengan pembatasan-pembatasan tertentu.

Putusan MK ini kemudian memancing perdebatan publik. Sebagian merasa kampanye seharusnya tidak dilakukan di lingkungan pendidikan baik perguruan tinggi/kampus hingga sekolah, yang notabene harus netral dari dunia politik.

Terkait hal ini, Dr. Suko Widodo Dosen dan Peneliti Komunikasi Politik Universitas Airlangga (Unair) Surabaya menilai justru ada sisi positif yang bisa dimanfaatkan dari Putusan Mahkamah Konstitusi itu.

Dia mengatakan kampus sebagai sumber intelektual dengan adanya guru besar, akademisi hingga mahasiswa kritis bisa menjadi tempat menguji pemikiran dan visi/misi para peserta kontestasi politik. Baik itu calon untuk eksekutif maupun legislatif.

“Saya kira kampus bisa menjadi tempat untuk menguji pikiran mereka. Masa kita mau menyerahkan suara kita pada orang yang tidak kita ketahui. Sementara kalau ada yang protes kita pilih pimpinan seperti memilih kucing dalam karung. Ya sekalian kita buka aja karungnya di kampus,” kata Sukowi sapaan akrab Suko Widodo waktu mengudara dalam program Wawasan Suara Surabaya, Senin (28/8/2023).

“Menurut saya, kampus adalah tempat yang terbaik untuk menguji jalan pikiran dan niat mereka untuk menjadi wakil kita,” imbuhnya.

Nilai positif lain dari diperbolehkannya kampanye di kampus, sambungnya, adalah mengedukasi para mahasiswa dalam menentukan pilihan.

“Hari ini jumlah pemilih generasi milenial dan Z itu sekitar 61 persen. Mereka adalah orang-orang yang interaktif dan itu menjadi kunci penting. Daripada anggota, calon presiden, calon gubernur, bupati, calon DPR itu diabaikan oleh mereka dan menjadi golput, menurut saya mereka (para mahasiswa) harus mendengarkan itu (gagasan para calon) dengan diberikan ruang,” ujarnya.

Bentuk kampanye yang pas menurutnya bukan cuma sekadar undangan debat. Menurutnya, kampanye yang tepat untuk mencegah terjadinya polarisasi atau perpecahan di lingkungan kampus adalah dengan mengadakan sebuah forum.

“Debat itu kan tradisi barat ya, kita mungkin bisa beda. Di dalam forum kita bukan cuma mengkritisi, tapi patut juga memberikan solusi dan menyempurnakan pikiran. Misalnya ada guru besar dari ekonomi, kedokteran atau Fisip, pikiran-pikiran mereka itu bisa menyempurnakan yang disampaikan para kandidat,” jelasnya.

Forum tersebut, kata Suko juga jauh lebih efektif daripada kampanye di lapangan atau tempat lain, karena komunikasi yang seringkali terjadi hanya satu arah.

Selanjutnya soal terpilih atau tidaknya si calon, lanjut Suko, keputusan sepenuhnya ada di tangan masyarakat. Tetapi kampus sebagai civitas akademik, telah menjalankan fungsinya sebagai tempat bertukar pikiran. (bil/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Senin, 29 April 2024
26o
Kurs