Rabu, 13 Agustus 2025

Lia Istifhama: Demokrasi Harus Jadi Ruang Musyawarah, Bukan Sekadar Prosedur Politik

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Lia Istifhama anggota MPR RI unsur DPD dalam diskusi Konstitusi dan Demokrasi Indonesia di gedung Parlemen, Senayan Jakarta, Rabu (13/8/2025). Foto: Faiz Fadjarudin suarasurabaya.net

Lia Istifhama Anggota MPR RI dari unsur DPD menyatakan, demokrasi di Indonesia harus dipahami lebih dari sekadar prosedur Pemilu. Menurutnya, demokrasi harus menjadi ruang musyawarah yang substansial demi keberlangsungan bangsa.

Hal itu disampaikan Lia yang juga Senator Jawa Timur dalam diskusi Konstitusi dan Demokrasi Indonesia, di Gedung Parlemen, Senayan Jakarta, Rabu (13/8/2025).

“Demokrasi itu bukan semata-mata prosedur lima tahunan. Demokrasi adalah ruang musyawarah. Prinsip permusyawaratan dalam Pancasila harus dihidupkan kembali sebagai dasar pengambilan kebijakan,” katanya.

Lia juga menggarisbawahi pentingnya membangun kedekatan emosional antara pemimpin dan rakyat. Dia mencontohkan respons cepat Prabowo Presiden terhadap berbagai isu di publik sebagai bentuk hubungan interpersonal yang positif antara pemerintah dan masyarakat.

“Ketika Presiden bisa cepat merespons aspirasi publik, itu menunjukkan pentingnya kedekatan pemimpin dengan rakyat. Ini bukan soal pencitraan, tapi bagaimana membangun kepercayaan di tengah masyarakat yang beragam,” jelasnya.

Dalam pandangannya, Lia juga menyinggung siklus sosial yang pernah dijelaskan oleh Ibnu Khaldun tentang disintegrasi bangsa. Menurutnya, ketika masyarakat merasa termarjinalkan dan tidak dilibatkan, maka kepercayaan terhadap negara akan melemah.

“Kalau satu kelompok merasa terlalu dimanjakan, sementara yang lain merasa dipinggirkan, itu bisa memicu disintegrasi. Maka, ruang musyawarah dan keterlibatan publik harus terus dijaga,” ungkapnya.

Terkait wacana penguatan kembali peran MPR RI sebagai lembaga tertinggi negara, Lia menyampaikan itu bukan ambisi politik, melainkan upaya untuk memastikan arah pembangunan nasional tetap berada pada koridor konstitusional.

“Bukan soal ambisi kekuasaan, tapi soal bagaimana kita menjaga arah pembangunan. Kalau publik sepakat, itu bisa menjadi konsensus nasional yang sah secara etika dan politik,” tegasnya.

Pada kesempatan itu, Lia juga menyorot pentingnya memperkenalkan kembali istilah-istilah konstitusional seperti PPHN (Pokok-Pokok Haluan Negara) kepada generasi muda. Ia menyayangkan banyak anak muda tidak mengenal istilah tersebut, apalagi memahami fungsinya.

“Jangankan implementasi, mengenal istilah PPHN saja masih banyak yang tidak tahu. Padahal itu penting sebagai arah pembangunan jangka panjang. Kalau tidak kenal, bagaimana bisa sayang dan merasa memiliki?” ucapnya lagi.

Menutup pernyataannya, Lia mengingatkan pentingnya otonomi daerah yang berkeadilan, serta hubungan pusat dan daerah yang sehat dan setara.

“Kita ingin otonomi daerah berjalan adil, jangan sampai di atas kertas terlihat baik, tapi di lapangan penuh ketimpangan. Anak muda harus diajak aktif dalam proses politik. Mereka bukan pelengkap, tapi bagian penting dari masa depan demokrasi kita,” pungkasnya.(faz/rid)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Mobil di Jembatan Suramadu, Kondisinya Ringsek

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Pajero Masuk Sungai Menur Pumpungan

Kecelakaan Truk Tabrak Gardu Tol di Gate Waru Utama

Surabaya
Rabu, 13 Agustus 2025
29o
Kurs