Rabu, 24 Desember 2025

Mengenal Alfian, Penyandang Tuna Netra yang Melek Teknologi

Laporan oleh Manda Roosa
Bagikan
Alfian Andhika, sosok inspiratif dan berprestasi. Foto : Manda Roosa suarasurabaya.net

Keterbatasan fisik bukanlah penghalang untuk dapat berkarya. Bahkan penyandang disabilitas juga dapat hidup dengan mandiri dan berprestasi gemilang. Seperti kisah Alfian Andhika, anak muda kelahiran 30 Oktober 1997. Meski tak bisa melihat, tapi sangat ‘melek’ teknologi, dan memahami betul mana website yang aksesibel bagi komunitasnya.

Kepandaiannya ini membuat Alfian dipercaya sejumlah instansi untuk mengembangkan aplikasi website agar ramah bagi penyandang disabilitas, terutama tuna netra. Salah satunya website milik PT KAI.

“Saya diminta untuk membantu mengembangkan aplikasi agar website KAI Acces aksesibel. Sekitar akhir 2019 menjelang 2020 lah. Sekarang Alhamdulillah website mereka sudah aksesibel buat teman-teman tuna netra,” ujar Alfian.

Selain KAI Acces, masih terdapat sejumlah website lainnya yang kini sudah aksesibel tak terlepas dari ide dan konsepnya. Salah satunya website makinpintar.com milik Universitas Airlangga (Unair) Surabaya.

Dikisahkan Alfian jika sejak SMP sudah suka utak-atik komputer. Meskipun akhirnya komputernya jadi rusak berantakan. “Saya belajar IT termasuk aksesibilitas website juga secara otodidak. Kalau mau belajar juga ke siapa? Tidak banyak orang yang mengerti tentang aksesibilitas website. Kalaupun ada tempatnya jauh di Jakarta,” urai Alfian, yang kini bergabung dengan USAID Mitra Kunci untuk memberdayakan kalangan disabilitas.

Menginjak bangku kuliah dia selalu menyempatkan diri melakukan sosialisasi tuna netra agar melek IT. Dia mengatakan, selama ini memanfaatkan IT melalui aplikasi Jaus for Windows yang sangat membantunya dalam kegiatan sehari-hari. Aplikasi ini mampu mengeluarkan konten suara dari dokumen yang dipindai. Alfian mempelajari aplikasi ini sejak duduk di bangku SMP Yayasan Pemimpin Anak Bangsa (YPAB) Surabaya.

Alfian mengakui tak segan menyampaikan kritik bila menemukan website yang dirasa tak aksesibel bagi disabilitas.

“Saya langsung sampaikan ke pengelolanya, biasanya ada kan nomor mereka yang tercantum. Nah itu langsung saya kirimi pesan, saya sampaikan kalau websitenya tidak aksesibel,” jelas alumni Unair jurusan Antropologi tahun 2020 ini.

Dari hasil temuan Alfian, banyak website yang tak aksesibel. Contoh sederhana yang paling sering terlupakan adalah adanya caption pada foto di website tersebut.

Kata Alfian, kalau mereka yang normal sudah pasti akan tahu dari fotonya saja, tapi bagi tuna netra tidak bisa. Dan disayangkan, banyak web yang tidak memberikan keterangan apapun di bawah foto atau gambar yang ditayangkan.

Suarasurabaya.net termasuk salah satu web yang ramah buat penyandang tuna netra, karena ketika di klik foto, maka ‘terbaca’ captionnya,” jelas Alfian sambil menunjukkan cara kerjanya, dengan bantuan aplikasi pengubah teks tulisan menjadi suara yang biasa dipakai tuna netra ketika mengakses laptop ataupun hp.

Meski sudah membuktikan diri mampu mandiri, Alfian merasakan sikap diskriminatif masih dirasakan lingkungan sekitarnya. Di sisi lain, penyandang tuna netra terkesan terbiasa dengan pola pikir yang bergantung pada pemberian sosial. Akibatnya, banyak yang tak mandiri. Meski begitu, dia tak mau bergantung pada nasib. Pola pikir dan motivasi kuat untuk mandiri melecutnya untuk maju.

“Jangan jadikan keterbatasan itu sebagai alasan untuk menutup diri. Mari ubah pola pikir, teman-teman yang memiliki keterbatasan sebenarnya bisa dan mampu kok untuk mandiri, tinggal dari kitanya saja,” katanya bersemangat (man/dfn)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Perpaduan Macet dan Banjir di Kawasan Banyuurip-Simo

Banjir Menggenangi Sidosermo 4

Kecelakaan Bus Vs Truk Gandeng di Jembatan Suramadu

Perpaduan Hujan dan Macet di Jalan Ahmad Yani

Surabaya
Rabu, 24 Desember 2025
27o
Kurs