Senin, 29 April 2024

Film Dokumenter Pesantren Bawa Penonton Nostalgia Nyantri

Laporan oleh Meilita Elaine
Bagikan
Puluhan penonton Bioskop Online film Pesantren di Surabaya bertemu salah satu pemain secara daring, Jumat (16/6/2023). Foto: Meilita suarasurabaya.net

Adegan demi adegan dalam film dokumenter berjudul “Pesantren” garapan sutradara Shalahudin Siregar sukses membuat penontonnya bernostalgia dengan kehidupan sebagai santri.

Belasan orang datang ke Wisma Jerman Surabaya, Jumat (16/6/2023) malam untuk menonton film berdurasi sekitar 95 menit yang ditayangkan situs berbayar, Bioskop Online.

Film ini merekam kegiatan para santri muda Pesantren Kebon Jambu Al-Islamy di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat yang kukuh ingin menempuh pendidikan, meski kondisi ekonomi orang tuanya pas-pasan. Mereka mengaji, salat, dan melakoni aktivitas yang padat dari subuh hingga malam hari di pesantren.

“Saya menangis dari awal film sampai terakhir. Kangen Pesantren Tebu Ireng. Saya gak bisa berkata-kata lagi, filmnya luar biasa,” ujar Hisyam salah satu penonton sambil terharu usai menyaksikan film, Jumat (16/6/2023).

Penonton lain, Bagus yang jauh-jauh berangkat dari Kota Batu pun puas menyaksikan film ini. Menurutnya, ia mampu memetik pelajaran bersyukur ketika melihat potret pesantren yang kondisinya tidak senyaman tempat yang pernah diketahuinya.

“Bagi saya film ini nyentuh banget. Saya orang Muhammadiyah, miris banget, tidak seperti pondok Muhammadiyah. Dia belajar agama, dari keluarga tidak mampu terus juga mengabdi. Yang aku mikir kadang habis dari pondok mau kerja apa, gak mungkin cuma jadi ulama,” bebernya.

Salah satu pemain dalam film, Ustaz Diding mewakili Hj. Marsiyah Amva Kepala Pendidikan Pengasuh Ponpes Kebon Jambu Al-Islamy mengaku senang meski baru pertama kali bermain film.

Dengan film berjudul “Pesantren” ini bisa menjadi salah satu sarana dakwah untuk menyampaikan ajaran pesantren ke khalayak.

“Alhamdulillah ada film jadi saya bisa masuk pesan bisa terbesar yang biasa diajarkan di pesantren bisa tersebar,” terangnya.

Sang sutradara tak hanya menampilkan kegiatan pondok pesantren, tapi juga menyelipkan isu-isu sensitif patriarki, salah satunya pemimpin ponpes wanita. Selain itu, juga Islam dalam cakupan teknologi. Semuanya disajikan dengan kemasan ringan dan menenangkan di pondok pesantren.

Sementara Ajeng Prameswari President of Digital Visinema Group menyebut film ini sebagai salah satu film great documenter yang membawa pesan kebaikan semua umat.

“Visinema kita memiliki keyakinan film harus memiliki pesan yang baik untuk disampaikan. Harapannya pesan di pesantren ini baik secara universal, bukan hanya untuk umat Islam tapi pelajaran yang bisa diterima untuk universal semua. Semoga bisa bertemu banyak penontonnya dan pesan Bu Nyai dan pesantren bisa dinikmati, dipelajari, dan jadi contoh banyak pihak,” katanya saat hadir secara daring dalam pemutaran di Wisma Jerman. (lta/bil/iss)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Senin, 29 April 2024
26o
Kurs