Dokter Damayanti Rusli Sjarif spesialis anak mengimbau agar anak yang terdeteksi stunting segera diterapi agar tetap cerdas.
“Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa penurunan kecerdasan akibat stunting masih bisa diperbaiki 90 persen, jika dilakukan sebelum usia dua tahun dengan terapi nutrisi tinggi kalori dan tinggi protein, serta stimulasi bermain,” ujarnya dilansir Antara, Sabtu (30/3/2024).
Konsultan Nutrisi dan Penyakit Metabolik Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) ini menjelaskan, anak-anak yang terdeteksi stunting dan tidak segera mendapatkan terapi, selain otaknya tidak berkembang, juga berpotensi menyebabkan mereka rentan menderita berbagai penyakit di masa depan.
“Untuk jangka panjang, anak yang kekurangan gizi akan menyebabkan stunting yang berdampak pada daya tahan tubuh, kecerdasan menurun, perkembangan terlambat, serta penyakit tidak menular seperti diabetes, jantung, hipertensi, obesitas, dan lain sebagainya ketika dewasa,” ujarnya.
Dia mengutarakan, para kader keluarga berencana (KB) atau tim pendamping keluarga (TPK) dapat segera merujuk anak yang terdeteksi berisiko stunting ke dokter spesialis dan memberikan nutrisi atau asupan makanan tinggi protein.
“Selain dirujuk ke dokter spesialis anak, balita terdeteksi stunting harus segera diberikan nutrisi sesuai indikasi untuk mengejar pertumbuhannya dan kontrol teratur sampai balita pulih dari stunting untuk mencegah penurunan kecerdasan,” ucapnya.
Selain itu, mengkonsumsi terapi nutrisi yang baik dalam makanan pendamping ASI (MPASI) juga sangat dianjurkan, dengan protein hewani setiap kali makan misalnya telur, hati ayam, daging merah, daging ayam, ikan, atau susu.
Dia juga menekankan agar stunting tidak dianggap sebagai penyakit yang sepele dan biasa-biasa saja.
“Stunting jangan dianggap biasa-biasa saja. Seorang anak yang menderita stunting, maka otaknya terancam terganggu. Seorang anak yang stunting itu adalah penanda makanan ke otak tidak cukup, sehingga berdampak ketika mau masuk sekolah, anak tersebut akan kesulitan mengikuti pelajaran,” tuturnya.
Ia mengemukakan, apabila penanganan terlambat, maka tidak banyak yang dapat dilakukan.
“Kalau baru sadar ketika masuk sekolah, maka tidak banyak yang bisa kita perbuat. Semakin awal kita tangani, semakin cepat kembali pulih dan selamat otaknya,” katanya. (ant/saf/iss)