
Pakar kesehatan menyebut kandungan garam yang ada di dalam masakan rumah tangga atau makanan sehari-hari lebih sedikit daripada makanan olahan (processed food).
“Kalau kita masak sendiri, masak sayur sop misalnya, itu kandungan garamnya jauh berbeda dibandingkan dengan yang menggunakan bumbu instan, rasanya sangat jauh berbeda,” kata dr. Yoga Devaera, Sp.A (K) Konsultan Nutrisi Metabolik Anak FKUI-RSCM.
Dilansir dari Antara pada Selasa (10/6/2025), Yoga menekankan setiap orang terlahir dengan insting menyukai rasa gurih karena adanya kesadaran membutuhkan natrium yang biasanya terkandung dalam makanan.
Namun dalam pemberiannya pada anak-anak, takarannya perlu diatur secara tepat. Pada makanan yang dimasak di rumah, setiap porsinya dapat ditakar sesuai kebutuhan.
Hal ini berbeda dengan langsung menggunakan bumbu cepat saji ataupun makanan olahan berupa nugget atau kentang goreng yang sudah dicampur dengan bahan lainnya.
“Tingkat kegurihannya kan beda tapi kita bisa melatih anak kita supaya sukanya kentang yang goreng yang dibuat sendiri saja, tambahkan garam boleh, tapi sewajarnya,” ujarnya.
Ia menyampaikan, pengaturan rasa dimaksudkan agar dapat menggugah selera makan anak untuk sekadar menambah rasa saja.
Sementara terkait dengan penggunaan MSG atau Monosodium Glutamat, ia membenarkan apabila MSG mengandung garam, namun karena rasanya sudah gurih, orang tua dianjurkan untuk mengurangi tambahan garam.
Sedangkan untuk penambahan bumbu aromatik seperti daun jeruk, salam dan serai diperbolehkan.
“Di sisi lain penggunaan kaldu ini punya rasa yang juga gurih ini bisa digunakan tapi ibu-ibu jangan salah juga ada banyak di diiklankan atau dijual, ini kaldu tanpa MSG, bisa untuk bayi tapi kaldu itu kalau diperhatikan dia pasti akan menggunakan garam yang cukup banyak karena kalau enggak ada garamnya, dia enggak bisa gurih jadi lebih berbahaya sebenarnya,” katanya.
Ia menyampaikan, kandungan garam dalam kaldu yang dijual secara komersil dapat lebih tinggi dan dikhawatirkan dapat memicu anak terkena hipertensi, terutama pada anak-anak yang masih mengonsumsi Makanan Pendamping ASI (MPASI). (ant/saf/ipg)