Rabu, 30 April 2025

Studi: Konsumsi Garam Tinggi Berpotensi Picu Peningkatan Risiko Depresi

Laporan oleh Wildan Pratama
Bagikan
Ilustrasi.

Makanan yang dikonsumsi tidak hanya membentuk kesehatan fisik, tetapi juga berperan penting dalam suasana hati dan kesejahteraan mental.

Kini, para peneliti menyarankan bahwa bumbu tertentu yang digunakan untuk meningkatkan rasa dapat memiliki dampak yang mengejutkan pada kesehatan mental, meningkatkan risiko depresi.

Temuan studi terbaru yang diterbitkan dalam Jurnal Imunologi sangat mengejutkan, karena bumbu yang diteliti adalah garam, penambah rasa yang umum ditemukan di semua jenis masakan.

Melansir Medical Daily pada Kamis (24/4/2025), penelitian ini sebelumnya telah menunjukkan adanya hubungan antara asupan garam yang tinggi dan depresi, tetapi mekanisme pastinya masih belum jelas.

Dalam penelitian terbaru, para peneliti menggunakan model tikus untuk menyelidiki lebih lanjut dan menemukan bahwa pola makan tinggi garam memicu produksi protein yang disebut IL-17A, yang diketahui memiliki peran penting dalam meningkatkan risiko depresi.

Selama percobaan, tikus diberi makan makanan biasa atau makanan tinggi garam selama lima minggu. Tikus yang diberi makanan tinggi garam menunjukkan lebih banyak ketidakaktifan dan minat yang lebih rendah untuk mengeksplorasi, yang menunjukkan gejala seperti depresi.

Karena IL-17A dikaitkan dengan depresi, para peneliti meneliti perannya dan menemukan bahwa mereka yang mengonsumsi makanan tinggi garam memiliki kadar IL-17A yang meningkat di limpa, darah, dan otak, yang berkorelasi dengan perilaku seperti kecemasan dan depresi.

Namun, tikus yang tidak memproduksi IL-17A tidak mengalami gejala-gejala ini, yang mengonfirmasi perannya dalam depresi.

Penelitian ini tidak hanya menyoroti hubungan antara asupan garam yang tinggi dan depresi, tetapi juga menunjukkan bahwa pengurangan garam merupakan cara yang sederhana namun efektif untuk mendukung kesehatan mental.

Yang lebih menarik, penelitian ini menunjukkan bahwa penargetan IL-17A dapat menghasilkan pendekatan pengobatan baru untuk depresi.

“Penelitian ini mendukung intervensi diet, seperti pengurangan garam, sebagai tindakan pencegahan penyakit mental. Penelitian ini juga membuka jalan bagi strategi terapi baru yang menargetkan IL-17A untuk mengobati depresi. Kami berharap temuan ini mendorong diskusi tentang pedoman konsumsi garam,” kata Dr. Xiaojun Chen, seorang peneliti di Universitas Kedokteran Nanjing yang memimpin penelitian tersebut dalam rilis berita.

Temuan penelitian yang mengaitkan konsumsi garam dengan gangguan depresi mayor sangat relevan mengingat meluasnya penggunaan garam dalam makanan Barat dan meningkatnya popularitas makanan cepat saji yang dapat mengandung hingga 100 kali lebih banyak garam daripada makanan rumahan.

Hubungan ini menjadi perhatian yang semakin mendesak karena gangguan depresi mayor memengaruhi 15-18% populasi dan termasuk dalam 10 penyebab kematian teratas di AS.(dra/wld/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Avanza Terbalik Usai Tabrak 2 Mobil Parkir

Mobil Terbakar Habis di KM 750 Tol Sidoarjo arah Waru

Kecelakaan Dua Truk di KM 751.400 Tol Sidoarjo arah Waru

BMW Tabrak Tiga Motor, Dua Tewas

Surabaya
Rabu, 30 April 2025
34o
Kurs