Fadli Zon Sekretaris Tim Kampanye Nasional Pemenangan Capres Prabowo-Hatta melaporkan Burhanudin Muhtadi Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia ke Bareskrim Mabes Polri.
Langkah hukum ini ditempuh kubu Prabowo, terkait ucapan Burhanuddin, bahwa jika real count KPU berbeda dengan quick count lembaga survei yang memenangkan Jokowi, maka KPU yang salah.
“Kami melaporkan Burhanuddin, terkait pernyataannya pada 10 Juli 2014 lalu, bahwa jika real count KPU berbeda dengan quick count lembaga survei yang memenangkan Jokowi, maka KPU yang salah. Pernyataan ini bertentangan dengan undang-undang (UU) Pemilu dan pernyataan Burhanuddin tersebut bisa membuat keresahan masyarakat,” ujar Fadli Zon di Mabes Polri , Senin (14/7/2014).
Selain melaporkan Burhanuddin, Fadli Zon juga melaporkan Akbar Faisal dari Timses Jokowi-JK dan Denny JA Direktur Eksekutif LSI.
“Mereka juga pihak yang berpotensi mengganggu ketertiban umum dan mengarah kepada tindakan makar,” ujarnya.
“Di Tugu Proklamasi ketika itu Akbar mengatakan presiden Republik Indonesia tanpa ada kata versi quick count atau presiden terpilih dan sebagainya. Ini berpotensi melakukan pelanggaran ketertiban umum bahkan menjurus ke arah makar,” tegas Fadli Zon.
Sementara Denny JA, seperti halnya Burhanuddin Muhtadi, sebagai pihak yang pertama kali menyebarkan hasil hitung cepat pasca pencoblosan.
“Dia yang umumkan soal hitung cepat. Mereka anggap telah selesai. Dan sudah memvonis, bahwa KPU salah kalau hasilnya tidak sesuai dengan quick count,” kata Fadli.
Terkait tudingan makar, kata Fadli, dikarenakan SBY saat ini masih menjabat sebagai kepala negara.
“Kalau ada orang mengaku dia seorang presiden sementara Presiden Indonesia masih SBY itu namanya makar. Kalaupun ada presiden terpilih versi quick count itu enggak apa-apa,” imbuh Fadli.
Pernyataan Burhanuddin itu bertentangan dengan Pasal 186 Ayat 2 UU Pilpres. Dalam pasal tersebut, dijelaskan, bahwa partispasi masyarakat dalam Pilpres 2014 itu, tidak boleh menimbulkan meresahkan bagi kehidupan berbangsa.
“Dan kami melihat apa yang disampaikan Burhanuddin itu, selain bertentangan dengan semangat UU Pemilu, juga bernada intimidasi pada KPU, untuk mengarahkan dan memenangkan satu kandidat. Sehingga hal ini seakan berupaya untuk mencondongkan pelaksana KPU untuk ke satu diantara hasil quick count,” tegasnya.
Sebelumnya langkah serupa juga telah dilakukan aliansi Serikat Pengacara Rakyat (SPR).
Sahroni Juru bicara SPR saat di Mabes Polri mengatakan, SPR melaporkan Burhanuddin Muhtadi dengan Pasal 15 UU Pidana. Dalam pasal tersebut Burhanuddin menyebarluaskan berita yang belum memiliki kepastian.
“Maka itu, dia bisa dikenakan pidana meresahkan masyarakat. Kita harus sadari lembaga berwenang tetap KPU, tidak ada yang lain,” kata Sahroni.
Sementara itu, Pasal 186 akan dibawa ke Bawaslu untuk diadukan dari sudut pelanggaran dalam Pilpres 9 Juli lalu.(faz/ipg)
NOW ON AIR SSFM 100
