FNS (51), Ketua I Yayasan Dharma Warga Korps Karyawan Pemerintahan Dalam Negeri Pemprov Jatim dilaporkan ke Polisi, lantaran melayangkan gugatan dengan modal sertifikat tanah yang diduga palsu. Kasus tersebut saat ini ditangani Subdit IV Renakta Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jatim.
Pelaporan FNS ke Polisi bermula saat dia mengajukan gugatan intervensi terhadap Pundi Sampurno selaku korban, di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya beberapa waktu lalu. Gugatan terkait sengketa hak kepemilikan tanah seluas 84,340 meter persegi, yang berlokasi di kawasan Sepanjang, Sidoarjo.
“Bermodalkan sertifikat tanah yang diduga palsu, tersangka melakukan guagatan intervensi di Pengadilan. Sampai sekarang proses gugatannya masih berjalan,” kata Kombes Pol Awi Setiono, Kabid Humas Polda Jatim, Senin (24/11/2014).
Dia menambahkan, FNS menggugat Pundi mewakili Yayasan Dharma Korps Karyawan Pemerintahan Dalam Negeri Pemprov Jatim. Yayasan tersebut diketuai Mochamad Djaelani. FNS mengklaim lahan sengketa tersebut dikuasai oleh yayasan yang dikelolanya. Padahal, Pundi juga memiliki bukti atas kepemilikan tanah tersebut.
Untuk keperluan gugatan, kata Awi, FNS diduga membuat sertifikat tanah palsu yang disengketakan. Fisik dan isi sertifikat itu mirip dengan sertifikat yang asli. “Yang menandatangani Kepala BPNnya juga sama. Yang membedakan hanyalah sertifikat milik tersangka tidak ada kolom nomornya di halaman muka sertifikat,” ujarnya.
Selain itu, perbedaan lainnya tampak pada sertifikat milik tersangka atas nama Mochamad Djaelani, cq Yayasan Dharma Surabaya bernomor seri AT 536346, Penetapan Pengadilan Negeri Surabaya No 113/Pdt.P/2007/PN.Sby, tertanggal 21 Perbuat 2007.
“Ini berbeda dengan sertifikat yang asli seperti dipegang oleh pelapor, Pundi Sampurno,” kata Awi.
Saat diintrogasi, FNS mengakui bahwa dirinya menjabat sebagai Ketua I Yayasan Dharma. Saat mengurus sertifikat tersebut, beberapa kali dia melakukan pertemuan dengan Mochamad Djaelani, ketua yayasan. Dia juga mengaku sudah mengecek keaslian sertifikat tersebut ke BPN Sidoarjo, sebelum melayangkan gugatan.
Awi juga menjelaskan BPN sudah menyatakan tidak pernah menerbitkan sertifikat seperti diklaim FNS. Namun, tersangka tetap nekat menggugat pelapor dengan sertifikat tersebut. “Kami masih lakukan pendalaman terhadap kasus ini,” ujarnya.
Atas perbuatan yang dilakukannya, FNS akan dijerat dengan Pasal 263, 266, dan 264 KUHP tentang pemalsuan dokumen, dengan ancaman hukuman pidana penjara maksimal 8 tahun. (wak/ipg)
NOW ON AIR SSFM 100
