
Kadin Jawa Timur (Jatim) melalui Kadin Institute, mendorong penyelarasan pendidikan vokasi dengan kebutuhan dunia usaha melalui kegiatan Sharing Session Industry-Based Curriculum (IBC) di Graha Kadin Jatim.
Kegiatan ini digelar bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim serta Swisscontact.
Sebanyak 30 peserta dari berbagai instansi, seperti Dinas Pendidikan, Dinas Tenaga Kerja, Disperindag, Bappeda, dunia industri, SMK, politeknik, dan lembaga pelatihan, mengikuti pelatihan lima hari yang bertujuan menyusun draf kurikulum berbasis industri. Mereka dipersiapkan sebagai fasilitator vokasi untuk menjembatani dunia pendidikan dan dunia kerja.
Benaya Victorius Senior Program Officer Swisscontact menyatakan bahwa peran fasilitator vokasi sangat strategis.
Menurutnya, mereka menjadi penghubung utama antara institusi pendidikan dengan industri agar kurikulum yang disusun benar-benar mencerminkan kebutuhan lapangan kerja.
“Kami sedang menyusun peta jalan fasilitator vokasi di Jawa Timur. Diharapkan, peran ini mampu membangun ekosistem pendidikan vokasi yang kuat dan berkelanjutan,” ujarnya.
Nurul Indah Susanti Direktur Kadin Institute menyebut kegiatan ini sejalan dengan kebijakan nasional, khususnya Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2022 tentang Revitalisasi Pendidikan dan Pelatihan Vokasi.
“Langkah ini bukan sesuatu yang baru, tapi harus terus dikuatkan. Harapannya, model kurikulum hasil sharing season kali ini bisa segera diterapkan di seluruh TKDV di Jawa Timur,” jelas Nurul.
Dari total 38 kabupaten/kota di Jatim, sebanyak 28 daerah telah memiliki TKDV yang aktif. Jatim juga menjadi provinsi pertama yang menetapkan Rencana Strategis TKDV dalam bentuk Peraturan Gubernur, yang akan dijabarkan ke dalam program kerja untuk implementasi kurikulum berbasis industri.
Benny Sampirwanto Asisten I Sekdaprov Jatim menilai kurikulum IBC sebagai langkah strategis menjawab ketimpangan antara lulusan vokasi dan kebutuhan pasar kerja.
Ia mengusulkan model pendidikan terpadu antara SMK dan politeknik selama empat tahun, di mana dua tahun terakhir difokuskan pada pemagangan di industri.
Benny juga menyoroti data Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2024, yang menunjukkan bahwa lulusan SMK masih memiliki tingkat pengangguran terbuka tertinggi, yakni sembilan persen. Ia berharap penerapan kurikulum yang relevan dan pemagangan yang terstruktur dapat meningkatkan daya serap lulusan vokasi oleh industri. (saf/ipg)