
Kantor Persyarikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) mengatakan bahwa para mitra mereka yang menyalurkan bantuan kesehatan di Gaza melaporkan lonjakan penyakit yang dapat dicegah akibat kekurangan air bersih, sanitasi, dan bahan bakar, pada Kamis (27/6/2025).
Dalam dua pekan terakhir, OCHA melaporkan ada lebih dari 19.000 kasus diare air akut, serta 200 lebih kasus sindrom penyakit kuning akut dan diare berdarah.
“Wabah ini secara langsung terkait dengan kekurangan air bersih dan sanitasi di Gaza, menyoroti kebutuhan mendesak akan bahan bakar, pasokan medis, air, serta barang-barang kebersihan dan sanitasi untuk mencegah kolapsnya sistem kesehatan publik lebih lanjut,” terangnya saat dilansir dari Antara, pada Jumat (27/6/2025).
Para mitra juga melaporkan insiden dengan korban massal lainnya di Rumah Sakit Al Aqsa menyusul serangan udara di Deir al-Balah.
Mereka mengatakan bahwa rumah sakit tersebut menerima lebih dari 20 jenazah dan 70 orang terluka. Pasien terluka tambahan harus dipindahkan ke Kompleks Medis Nasser dan dua fasilitas kesehatan lainnya.
“Warga sipil di Gaza terus berguguran atau terluka setiap hari, baik akibat serangan udara Israel, penembakan artileri, atau saat berusaha mencari makanan untuk keluarga mereka. Peristiwa tragis ini tidak boleh dinormalisasi dan harus segera dihentikan,” terang OCHA.
Di sisi positif, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan pengiriman bantuan medis pertama ke Gaza sejak 2 Maret, saat Israel memberlakukan blokade penuh di wilayah tersebut, yakni ada sembilan truk yang membawa pasokan medis esensial, 2.000 unit darah, dan 1.500 unit plasma diangkut melalui perlintasan perbatasan Kerem Shalom atau Karem Abu Salem.
WHO menyatakan bahwa pasokan tersebut didistribusikan ke rumah sakit prioritas. Darah dan plasma dikirim ke fasilitas penyimpanan dingin di Kompleks Medis Nasser di Khan Younis, Gaza Selatan, untuk didistribusikan ke rumah sakit yang mengalami kekurangan pasokan yang kritis di tengah lonjakan korban luka.
Namun, WHO mengatakan bahwa pengiriman pasokan medis yang sangat dibutuhkan itu hanyalah setetes air di lautan.
Sementara itu, OCHA mengatakan bahwa untuk memenuhi kebutuhan kemanusiaan dan membantu mengurangi penjarahan, sangat penting untuk meningkatkan aliran barang kemanusiaan dan komersial yang esensial ke Gaza melalui berbagai perlintasan dan rute, serta memfasilitasi pendistribusiannya secara aman di seluruh wilayah tersebut.
Pihaknya menyebutkan, pada Rabu (25/6/2025), enam dari 17 upaya koordinasi pergerakan kemanusiaan di dalam Gaza ditolak mentah-mentah oleh otoritas Israel.
Rencana misi PBB itu termasuk pengiriman air dan perbaikan jalan. Sembilan upaya koordinasi lainnya, termasuk pembuangan limbah padat dan pengumpulan barang dari perlintasan perbatasan, difasilitasi oleh otoritas Israel. Dua upaya tambahan tidak dilakukan.
“Pembatasan akses kemanusiaan secara terus-menerus sangat mengganggu operasi penyelamatan nyawa,” terangnya.
OCHA menyatakan sangat prihatin atas eskalasi kekerasan dan serangan pemukim Israel terhadap warga Palestina di Tepi Barat.
Kantor tersebut juga melaporkan serangan, di mana tiga warga Palestina tewas dan beberapa lainnya luka-luka saat ratusan pemukim, sebagian bersenjata dan didampingi pasukan Israel, menyerbu Desa Kafr Malik dan membakar rumah-rumah yang ditinggali pada Rabu.
Biro Pusat Statistik Palestina di Kegubernuran Ramallah melaporkan bahwa Kafr Malik memiliki populasi lebih dari 3.000 orang.
OCHA juga menyebutkan bahwa dalam serangan lain pada Rabu yang sama, sekitar 20 pemukim membakar lahan pertanian di Desa Asira al Qibliya di Kegubernuran Nablus.
“Warga sipil terus menanggung beban utama dari pendudukan Israel yang berkepanjangan,” jelasnya.
Pihaknya menegaskan seruan kembali, untuk melindungi warga sipil dan personel kemanusiaan, sepenuhnya menghormati hukum internasional, serta kelancaran akses kemanusiaan.(ant/ris/iss)