Sabtu, 18 Mei 2024

LSM Tambang Pasir Tuntut Kadis ESDM Jatim Diganti

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Imron Fauzi Ketua LSM Ampel (kiri, berpeci putih,red) saat memaparkan temuan LSM tersebut tentang pertambangan di Lumajang, di di rapat Pansus DPRD Jatim, Senin (21/12/2015). Sementara Dewi J Putriatni Kepala Dinas ESDM Jatim (tengah, berbaju safari,red)

Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan (Ampel) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lumajang menuntut beberapa hal berkaitan kasus tambang pasir ilegal. Salah satunya mengganti Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Timur.

Imron Fauzi Ketua Ampel mengatakan, penanganan kasus penambangan pasir ilegal di Lumajang paska pembunuhan Salim Kancil tidak lebih baik dari sebelumnya.

“Pemerintah dan aparat penegak hukum dalam melakukan tindakan masih kurang maksimal,” ujarnya dalam rapat panitia khusus (Pansus) Pertambangan di ruang Badan Musyawarah DPRD Jawa Timur, Senin (21/12/2015).

Yanto mengatakan, kurang maksimalnya tindakan aparat penegak hukum tampak dalam BAP yang tidak menyentuh aktor intelektual tambang pasir Ilegal, dan hanya mentok sampai Haryono Kades Selok Awar-Awar.

“Sementara dua PNS yaitu Camat dan Sekcam Pasirian dan tiga polisi, hanya terkena sanksi indisipliner,” ujarnya. Tidak hanya itu, dia menilai belum ada tindak tegas terhadap oknum pejabat, aparat, dan investor yang melakukan pelanggaran.

Salah satu yang menjadi pokok perhatian LSM Ampel adalah dibukanya kembali 20 dari 58 pemilik izin tambang yang sempat berhenti beroperasi setelah tragedi Salim Kancil, baru-baru ini.

Padahal menurutnya, sampai hari ini, belum ada solusi mengenai kerusakan lingkungan di Lumajang akibat Tambang Pasir Ilegal yang juga menimpa sektor pariwisata Lumajang yang rusak berat.

“Dua wisata pantai yang terdampak, ada di Pantai Bambang dan Watu Pecak,” katanya.

Tidak hanya itu, perusahaan penambangan pasir itu juga melanggar sejumlah aturan UU Minerba saat beroperasi di Lumajang.

Hasil Investigasi Ampel, menyebut ada salah satu perusahaan yang hanya menyetorkan Rp1,2 miliar selama beroperasi di Lumajang sejak 2010 hingga 2015.

Padahal keuntungan perusahaan itu diperkirakan mencapai Rp97 miliar selama enam tahun beroperasi. “Artinya, setoran ke Pemda itu tidak sampai 50 persen dari keuntungan mereka,” katanya.

Atas hasil temuan LSM Ampel itu, beberapa tuntutan mereka sampaikan di hadapan DPRD Jawa Timur dan kepada Dewi J Putriatni Kadis ESDM. Salah satunya, mereka meminta Dewi diganti.

“Karena Kadis ESDM telah merekomendasikan membuka kembali penambangan sebelum memenuhi persyaratan, dan tidak melakukan tindakan terhadap penambangan,” ujarnya.

Sementara, saat LSM Ampel memaparkan tuntutannya, Dewi mendengarkan sambil menyantap makan siang. Sama sekali tidak ada raut gusar di wajahnya ketika namanya disebut-sebut.

Dewi memanfaatkan kesempatan menanggapi pemaparan Ampel untuk menjelaskan bahwa yang mengeluarkan izin pertambangan adalah Pemerintah Pusat.

“Anda bisa mengajukan permohonan izin juga. Tapi harus melewati Pemkab Provinsi yang sudah punya solusi bagi penambangan rakyat,” kata Dewi.

Solusi itu, kata Dewi adalah mengumpulkan penambang perorangan menjadi satu, kemudian Pemkab akan membentuk CV atau Koperasi agar bisa mengajukan izin usaha pertambangan (IUP).

Menanggapi hal ini, Arsyad Sekretaris LSM Ampel mengatakan pihaknya datang ke DPRD bukan agar diizinkan melakukan penambangan.

“Kami datang ke sini ini bukan untuk meminta izin usaha. Juga bukan untuk jalan-jalan, lalu dikasih makan seperti ini, atau air mineral ini. Hormati kami, kami juga punya hati. Masalahnya ada ketidakadilan yang terjadi di Lumajang,” katanya.

Menurut Arsyad, ada warga setempat yang kualitas hidupnya menurun akibat penambangan tersebut. Tidak hanya itu, lingkungan di penambangan juga menjadi rusak.

Pengawasan Pertambangan

Mengenai diizinkannya 20 perusahaan pertambangan baru-baru ini, Dewi mengatakan bahwa pihaknya tidak memiliki kewenangan melakukan pengawasan operasional pertambangan.

“20 perusahaan itu memasukkan izin ke P2T. Kami juga mendesak Dirjen Minerba agar segera menerbitkan aturan mengenai ini dalam bentuk PP atau Permen, agar kami bisa melakukan pengawasan,” ujarnya.

Mengenai hal ini, Ahmad Hadinudin Ketua Pansus Pertambangan mengatakan memang berdasarkan aturan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, pengawasan tambang adalah wewenang pemerintah pusat.

“Tapi dinas ESDM itu kan punya hak secara administratif melegalisasi aturan. Juga berhak untuk mengeluarkan surat himbauan penutupan tambang yang ilegal atau enggak bener, jadi mereka punya hak lebih, tapi perlu didorong,” katanya. (den/fik)

Berita Terkait

..
Potret NetterSelengkapnya
Surabaya
Sabtu, 18 Mei 2024
27o
Kurs