Senin, 20 Mei 2024

Rieke Galang Dukungan Rakyat Tolak Indikasi Pungli Sudirman Said

Laporan oleh Dwi Yuli Handayani
Bagikan
Rieke Diah Pitaloka anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan. Foto: Istimewa

Rieke Diah Pitaloka anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan meminta dukungan dari seluruh rakyat Indonesia untuk “TOLAK indikasi PUNGLI SUDIRMAN SAID!”.

Kata Rieke, harga minyak dunia memang sedang turun sehingga akan jadi keanehan jika pemerintah tidak menurunkan harga BBM. Ini menunjukkan bukan berarti “Pemerintah Baik Hati pada Rakyat” tapi justru kita harus mewaspadai adanya indikasi pengelolaan energi semakin menyimpang jauh dari amanat UUD 1945 pasal 33.

Selain menyerahkan harga BBM ke pasar, yang jelas-jelas melanggar UUD dan putusan MK, lanjut dia, baru-baru ini Sudirman Said Menteri ESDM menyatakan bahwa harga baru BBM akan mulai berlaku 5 Januari 2016, dengan rincian sebagai berikut harga premium dari Rp7.300 menjadi Rp6.950 ditambah Rp200 (dana pungutan) menjadi Rp7.150 (yang merupakan harga baru). Selain itu harga solar dari Rp6.700 menjadi Rp5.650 ditambah Rp300 (dana pungutan) menjadi Rp5.950 (yang merupakan harga baru).

Kata Rieke, pro kontra terhadap dana pungutan tidak bisa dianggap sekedar hal wajar, jika urusannya dengan indikasi pelanggaran terhadap Undang-undang. Cara pengelolaan yang profesional, transparan dan akuntabel bermula dari kepatuhan hukum, undang-undang dan Undang-Undang Dasar 1945.

Dasar hukum Dana Pungutan Ketahanan Energi adalah pasal 30 UU 30/2007 yang berbunyi pengembangan dan pamanfaatan hasil penelitian tentang energi baru dan terbarukan dibiayai dari pendapatan negara yang berasal dari energi tak terbarukan.

“Apabila patuh terhadap UU tersebut, maka sumber dana pungutan TIDAK BOLEH MENGUTIP LAGI DARI RAKYAT. Silakan diambil dari Pendapatan Negara dari Pajak Migas (sekarang ada Rp.50 T) dan Penghasilan Negara Bukan Pajak dari Migas (sekarang ada Rp.95T). TIDAK BOLEH DIAMBIL DARI PENJUALAN BBM KEPADA RAKYAT,” tulis Rieke melalui pesan singkat, Senin (28/12/2015).

Apabila Sudirman Said menilai bahwa penjualan BBM kepada rakyat merupakan sumber pendapatan negara, maka berarti ia sedang mengarahkan Pemerintahan Jokowi keluarkan kebijakan cari untung dan ambil untung dari rakyatnya sendiri, bukan untuk lahirkan kebijakan yang menguntungkan rakyat.

Setiap pungutan wajib yang dilakukan oleh pemerintah kepada rakyat harus diatur dengan Undang-undang. Artinya sesuai perintah konstitusi, UUD 1945 fungsi legislasi (pembuatan sebuah produk UU) harus dibahas oleh Pemerintah bersama DPR.

“Sudirman Said mengatakan harga baru BBM tersebut akan dikonsultasikan dengan DPR Januari 2016. Namun, ajaibnya harga baru akan berlaku tanggal 5 Januari 2016. Sementara masa sidang DPR akan dimulai 11 Januari 2016. Kapan dibahasnya dengan DPR dan apa landasan serta payung hukum Dana Pungutan Ketahanan Energi? Artinya, ini sebuah indikasi kuat praktek PUNGUTAN LIAR alias PUNGLI SUDIRMAN SAID KEPADA RAKYAT ( Presiden Jokowi tahu atau tidak ya?),” tulis Rieke.

Dengan ini Rieke berharap, di masa sidang bulan Januari 2016 mendatang atas nama kesetiaan anggota DPR pada UUD 1945, DPR menolak kebijakan pungutan tersebut. (dwi/rst)

Berita Terkait

..
Potret NetterSelengkapnya
Surabaya
Senin, 20 Mei 2024
31o
Kurs