Minggu, 5 Mei 2024

Pisuhan Dinilai Simbol Egaliter Warga Surabaya

Laporan oleh Fatkhurohman Taufik
Bagikan
Ilustrasi

Hari Lentho, Budayawan Surabaya menilai Surabaya adalah sebuah kota yang cukup egaliter dengan masyarakatnya yang selalu menjunjung tinggi sikap welas asih dan menghargai sesama. Misuh atau pisuhan ala Surabaya adalah sebuah identitas bahwa yang misuh dan yang dipisuhi adalah sama sederajat.

“Kalau kita lihat, tiap memanggil nama itu biasanya kan diawali dengan cuk, misalnya cuk nangdi cuk. Itukan egaliter banget Surabaya itu,” kata Cak Lentho, ketika berbincang dengan Radio Suara Surabaya, Senin (23/5/2016).

Menurut Cak Lentho, simbol Surabaya dengan Sura dan Baya menandakan jika budaya Surabaya adalah kultur pesisir yang berpadu dengan kultur pedalaman. Kultur pesisir yang terbuka dan pedalaman yang mengedepankan unggah-ungguh dan tepo seliro bercampur dengan kultur terbuka.

“Coba kalau lihat ludruk, itu penonton melempar rokok atau uang ke panggung. Itukan melewati kepala penonton lainnya. Kalau di pedalaman di kraton misalnya itukan tidak sopan. Tapi di Surabaya itu hal yang biasa,” ujarnya.

Kultur egaliter inipula yang menjadikan di kampung-kampung Surabaya banyak bermunculan para jagoan. “Jagoan ini bukan berarti jago berkelahi, tapi jagoan-jagoan kreatif misalnya di bidang teknologi,” kata dia.

Cak Lentho menilai Surabaya saat ini memiliki modal kapital yang cukup lengkap sehingga memaknai hari ulang tahun ke 723 kali ini, Surabaya harusnya bisa memanfaatkan sumber daya serta sikap egaliter warganya untuk memajukan masyarakatnya. (fik)

Berita Terkait

..
Potret NetterSelengkapnya

Massa Hari Buruh Berkumpul di Frontage Ahmad Yani

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Surabaya
Minggu, 5 Mei 2024
29o
Kurs