Senin, 27 Mei 2024

Presiden Diminta Hentikan Sweeping Buku Kiri

Laporan oleh Zumrotul Abidin
Bagikan
Buku berjudul Di Bawah Bendera Revolusi karya Soekarno Presiden RI pertama juga banyak mengupas kajian Marxisme. Foto: Istimewa

Airlangga Pribadi pengajar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya mengatakan, tindakan sweeping terhadap simbol PKI dan buku-buku berhaluan kiri tidak bisa diteruskan.

“Presiden harus menghentikan aksi sweeping ini. Karena ini sudah melanggar hak sipil dan hak dunia akademis,” ujarnya kepada suarasurabaya.net, Sabtu (14/5/2016).

Angga mengatakan, sweeping buku itu sama halnya mengontrol gagasan akademis. Dunia keilmuan di Indonesia akan jadi semakin kerdil, jika buku-buku hasil penelitian tentang gagasan kiri dan sejarah politik PKI diberangus.

“Ini sama halnya, para elit politik negeri ini ingin mengembalikan sistem orde baru. Tindakan pembungkaman ini bentuk replikasi warisan orde baru,” katanya.

Angga mengatakan, bagi para pedagang buku, apabila mengalami teror dari kelompok tertentu, mohon catat kejadiannya dengan jelas. Kemudian laporkan ke lembaga bantuan hukum. Apabila aparat datang tanya surat tugasnya.

“Tentara tidak memiliki wewenang melakukan screening. Apabila ada warga sipil mengalami intimidasi dan perampasan buku, maka insan akademik, aktivis hukum dan jurnalis akan melakukan gugatan bersama,” kata dia.

Tak Perlu Merasa Terancam mengusung Gagasan Marxis

Kandidat PhD Asia Research Center Murdoch University Australia ini mengatakan, negara seharusnya tidak perlu merasa terancam pada buku dan kajian perspektif Marxis. Sebab, di dalam khasanah ilmu sosial, perspektif Marxis (Pemikiran Karl Marx, red) merupakan bagian dari pisau analisa untuk membedah masalah sosial.

“Kajian Marxis tidak mengancam Pancasila. Justru pemikiran tentang gugatan pada Kapitalisme, sangat berhutang pada gagasan Marxis. Bahkan, tokoh pendiri bangsa seperti Soekarno, Hatta dan Tan Malaka selalu membaca teori Marxis termasuk Das Kapital,” katanya.

Seharunya, kata Angga, pemikiran Karl Marx tetap bisa secara terbuka menjadi kajian sosial-politik. Jika diberangus, maka sama saja dengan mengerdilkan khasanah keilmuan sosial di Indonesia. (bid/fik)

Berita Terkait

..
Potret NetterSelengkapnya

Evakuasi Kecelakaan Bus di Trowulan Mojokerto

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Surabaya
Senin, 27 Mei 2024
32o
Kurs